Balasan Bagi Seorang Penipu
Kisah Muslim – Terkadang kita jumpai beberapa keanehan terjadi pada makhluk-makhluk Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang kita yakini bahwa itu semua terjadi dengan kehendak Sang Penguasa langit dan bumi ini, Zat Yang Maha merajai segala apa yang ada di bumi ini. Seperti yang terjadi pada seekor kera dalam
kisah berikut, di mana dia telah menghukumi seorang yang telah berbuat curang dalam bermuamalah karena ingin meraup keuntungan yang banyak. Hal ini adalah dikategorikan sebagai memakan harta manusia dengan cara yang batil padahal Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil….” (QS. An-Nisa: 29)
Semoga hal ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. Wallahul-Muwaffiq.
Dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Ada seorang laki-laki yang pekerjaannya menjual khamr (arak) di dalam kapal, lalu ia mencampur khamr itu dengan air, sedang bersamanya ada seekor kera. Tiba-tiba kera itu mengambil kantuan (uangnya) lalu naik ke tiang kapal, kemudian menumpahkan sebagian dinarnya ke laut dan sebagian dinar yang lain ke dalam kapal, hingga membuatnya menjadi dua bagian.
Kisah di atas diriwayatkan oleh Imam Ahmad: 2:306, Imam Al-Baihaqi dalam Syu’abul-Iman, 4:332 dan juga yang lainnya. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ahadis as-Shahihah, 6:628 no. 2844.
Hikmah dari Kisah
Sebuah kisah unik yang pantas menjadi pelajaran bagi kita tentang suatu kebiasaan jelek pada diri seorang pedagang. Demi meraup keuntungan yang banyak, ia hendak menipu manusia. Ia mencampur khamr dagangannya dengan air agar menjadi banyak dan akan menghasilkan uang. Hasil dagangannya ditumpahkan oleh kera tersebut sebagiannya ke laut dan sebagiannya lagi ke dalam kapal. Barangkali itulah balasan yang pantas diterimanya tatkala di dunia ini. Dan di akhirat kelak dia akan mendapatkan balasan yang jelek karena penipuannya tersebut.
Praktik-praktik yang demikian pun kerap kita jumpai di zaman kita sekarang ini, seorang pedagang mencampur barang dagangan yang baik dengan yang jelek, barang-barang yang memiliki harga mahal dicampur dengan barang yang harganya murah, mereka mencampur susu dengan air, mencampur madu dengan larutan gula, mencampur bensin dengan minyak tanah atau mencampur minyak tanah itu sendiri dengan air agar menjadi banyak. Mereka adalah orang-orang yang memakan harta manusia dengan cara yang batil, padahal harta yang mereka ambil itu adalah kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mereka akan dibalas karenanya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya tidaklah masuk surga daging yang tumbuh dari kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan neraka lebih pantas untuknya.” (HR. Ahmad, 28:468 dan At-Tirmidzi, 3:1, lihat Al-Misykah, 2:126)
Ini adalah ancaman yang sangat keras yang menunjukkan bahwa memakan harta manusia dengan cara yang batil termasuk dari perbuatan dosa-dosa besar.
Adz-Dzahabi berkata, “Termasuk di dalamnya juga, harta yang diambil dari pemungut cukai, para perampok, pencuri, koruptor, dan pezina semuanya termasuk dosa-dosa besar. Dan (begitu) pula seorang yang meminjam barang pinjaman kemudian mengingkarinya, seorang yang mengurangi timbangan atau takaran, seorang yang menemukan barang temuan tetapi tidak berusaha mengumumkannya tetapi ia memakannya, dan seorang yang menjual barang dagangan yang ada cacatnya kemudian ia menutup-nutupinya. Demikian juga berjudi dan yang semisalnya. Semuanya adalah termasuk dosa-dosa besar berdasarkan hadis di atas, sekalipun masih ada sebagiannya yang diperselisihkan.
Bila ada yang mengatakan mengapa laki-laki tersebut dicela sebab mencampur khamr dengan air dan tidak dicela sebab berjualan khamr padahal khamr adalah sesuatu yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala? Jawabannya adalah bahwa khamr pada waktu itu bukan sesuatu yang haram dalam syariat laki-laki tersebut. Demikian pula pada awal-awal Islam, khamr adalah minuman halal di kota Madinah. Kemudian setelah beberapa waktu peminumnya dicela tetapi belum sampai diharamkan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya…” (QS. Al-Baqarah: 219)
Kemudian setelah beberapa waktu, meminum khamr diharamkan pada waktu seorang hendak melaksanakan shalat saja sekali pun masih diperbolehkan untuk memperjualbelikannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan…” (QS. An-Nisa: 43)
Baru kemudian diharamkanlah khamr setelah itu secara tegas oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena meminum khamr akan banyak menimbulkan madharat (bahaya). Sebagaimana dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)
Diceritakan bahwa setelah turunnya ayat tersebut jalan-jalan kota Madinah dibanjiri khamr. Bahkan tatkala gelas-gelas dan botol-botol itu masih di tangan-tangan mereka, begitu mendengar ayat tersebut mereka tumpahkan minuman kesenangan dan kebanggaan mereka itu. Walillahil-hamd (hanya bagi Allah-lah segala puji).
Mutiara Kisah
1. Kisah di atas merupakan peringatan keras dari praktik-praktik penipuan yang umum terjadi di kalangan manusia, karena harta yang didapat dari praktik penjualan semacam itu dapat lenyap di dunia sebelum hilang pula nanti di akhirat.
“Barangsiapa yang menipu kami, maka dia bukanlah termasuk golongan kami.” (HR. Muslim, 1:69, Abu Dawud, no.3452, At-Tirmidzi, 1:247, Ash-Shahihah: 1058)
Makna hadis di atas menurut ahli ilmu adalah, “Dia bukanlah termasuk seorang yang berjalan di atas petunjuk kami dan ber-qudwah (mencontoh) pada ilmu dan amal kami dan kebaikan jalan yang kami tempuh.” Seperti bila seorang mengatakan kepada anaknya tatkala tidak ridha dengan perbuatan yang dikerjakan anaknya itu lalu mengatakan, “Engkau bukanlah dari (golongan)ku.” Maka demikianlah makna dari setiap perkataan dari hadis-hadis yang senada dengan hadis di atas.
Ibnul Arabi berkata, “Perangai ini hukumnya haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan) umat.
2. Seekor kera (dalam kisah) itu dapat berhukum dengan hukum yang adil tatkala menghukumi harta orang tersebut.
3. Bolehnya menaiki kapal laut dan berjualan di dalam kapal.
4. Kapal dan dinar telah ada sejak zaman dahulu hingga sekarang.
Wallahu a’lam.
Sumber: Untaian Mutiara Kehidupan Para Salaf, Sholahuddin Abu Faiz bin Mudasim, Pustaka Al Furqon