Sebuah Mukjizat Yang Tidak Benar
Kisah Muslim – Ibnu Ishaq berkata, “Sa’id bin Maina berkata kepadaku bahwa diceritakan kepadanya, bahwa seorang putri Bisyir bin Sa’ad, saudari Nu’man bin Bisyir mengatakan, ‘Ibuku, Amrah binti Rahawah, memanggilku. Lantas ia memberiku satu genggam kurma yang dimasukkan ke dalam bajuku, kemudian berkata, ‘Putriku, pergilah ke ayah dan pamanmu Abdullah bin Rawahah untuk mengantar makan siang mereka berdua….’ aku melewati Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda, ‘Kemarilah wahai anak, apa yang engkau bawa ini?’Aku menjawab, ‘Wahai Rasulullah, ini kurma….” Beliau bersabda, “Bawalah kemari.” Lantas aku menuangkannya di kedua telapak tangan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ternyata kurma itu tidak memenuhi kedua telapak tangan beliau. Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam meminta kain dan dibantangkan di hadapan beliau. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan kurma di atas kain itu.
Selanjutnya, beliau bersabda kepada seseorang di hadapan beliau, ‘Panggillah para penggali parit agar makan siang.’ Sejenak kemudian, para penggali parit telah berkumpul mengelilingi kurma itu, mereka memakannya. Ajaib, kurma itu terus bertambah hingga semuanya makan dan pergi lagi, sementara kurma itu masih berjatuhan dari ujung-ujung kain.” Setelah menyebutkan kisah ini dalam Al-Bidayah, Ibnu Katsir mengatakan, “Demikianlah diriwayatkan Ibnu Ishaq. Sanadnya terputus. Begini pula diriwayatkan Baihaqi dari jalur Ibnu Ishaq, tanpa tambahan.”
Imam Bukhari telah meriwayatkan kisah yang lebih fenomenal yang juga terjadi dalam perang ini, dari Jabir bin Abdillah yang berkata, “Dalam peristiwa perang Khandaq, kami menggali parit, lalu ada sebongkah batu yang sangat keras. Mereka mendatangi Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, ada sebongkah batu keras yang muncul di parit.” Beliau bersabda, “Aku akan turun langsung.” Kemudian beliau berdiri, sedangkan perut beliau diganjal dengan batu. Sudah sejak tiga hari perut kami tidak diisi makanan. Lantas Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam meraih cangkul dan memukulkannya pada bongkahan batu itu. Dan batu keras itu menjadi pasir yang berhamburan. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, izinkan aku pulang ke rumah.”
Sesampainya di rumah, aku berkata pada istriku, “Aku melihat sesuatu pada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak dapat ditahan-tahan lagi. Apakah engkau punya suatu makanan?” Ia menjawab, “Aku punya tepung dan kambing betina.” Aku lalu memotong kambing, sementara istriku memasak tepung.
Singkat cerita, kami selesai memasukkan daging ke dalam periuk. Kemudian aku mendatangi Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, sementara adonan tepung itu telah matang dan periuk masih berada di atas tungku dan daging hampir masak. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, aku memiliki sedikit makanan, maka datanglah Anda bersama satu adau dua orang.” “Seberapa banyak makanan itu?” tanya beliau.
Aku pun memberitahukannya. Beliau bersabda, “Itu makanan yang banyak lagi baik. Katakan pada istrimu jangan ia menurunkan periuk dan adonan roti dari atas tungku sebelum aku tiba.” Kemudian beliau bersabda, “Berdirilah kalian semua.” Lantas semua orang-orang Muhajirin dan Anshar pun berdiri. Ketika Jabir menemui istrinya, ia berkata, “Celaka, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam datang bersama para Muhajirin dan Anshar, dan orang-orang yang berasama mereka.” Ia bertanya, “Apakah beliau bertanya kepadamu sebelumnya?” Aku menjawab, “Ya.”
Kemudian beliau bersabda, “Masuklah kalian tetapi jangan gaduh.” Lantas beliau memotong-motong kue dan mencampurnya dengan daging. Beliau selalu menutup kembali periuk dan tungku itu setiap selesai mengambil daging dan kue, lalu menghidangkannya untuk para sahabat. Kemudian beliau mengambil daging lagi. Beliau terus memotong kue dan menciduk daging hingga mereka semua kenyang, bahkan masih ada sisa. Beliau bersabda, “Makanlah ini dan hadiahkanlah, sebab masyarakat tengah dilanda musibah kelaparan’.”
Dalam hadis yang agung ini terkandung mukjizat dan pelajaran penting sehingga tidak perlu lagi pada hadis dha’if (untuk menunjukkan suatu mukjizat). Hadis-hadis shahih terkait bertambahnya makanan dan minuman di hadapan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ada banyak. Sebagiannya diriwayatkan Bukhari dalam Shahihnya, kitab Alamatun Nubuwwah fil Islam.”
Sumber: Masyhur Tapi Tak Shahih Dalam Sirah Nabawiyah, Muhammad bin Abdullah Al-Usyan, Zam-Zam, Cetakan 1 April 2010