Kisah Keadilan ‘Umar dan Kezaliman Putra ‘Amr bin al-‘Ash?
Keadilan ‘Umar dan Kezaliman Putra ‘Amr bin al-‘Ash?
Berikut ini sebuah kisah yang DHA’IF (lemah) lagi MUNKAR, tetapi sangat terkenal karena sering disampaikan secara lisan di mimbar-mimbar maupun secara tertulis di buku-buku dan majalah-majalah, juga blog-blog dunia maya. Di satu sisi, kisah ini seakan-akan bertutur tentang ketegasan dan keadilan Khalifah ‘Umar bin al-Khaththab –radhiyallahu ‘anhu– dalam menjalankan pemerintahan dan hukum, tetapi di sisi lain, kisah ini mendiskreditkan atau menjelekkan shahabat lainnya, yaitu ‘Amr bin al-‘Ash –radhiyallahu ‘anhu.
Adapun kisahnya adalah sebagai berikut:
عن أنس أن رجلا من أهل مصر أتى عمر بن الخطاب فقال: يا أمير المؤمنين! عائذ بك من الظلم، قال: عذت معاذا، قال: سابقت ابن عمرو بن العاص فسبقته، فجعل يضربني بالسوط ويقول: أنا ابن الأكرمين، فكتب عمر إلى عمرو يأمره بالقدوم ويقدم بابنه معه، فقدم، فقال عمر: أين المصري؟ خذ السوط فاضرب، فجعل يضربه بالسوط ويقول عمر: اضرب ابن الأكرمين. قال أنس، فضرب، فوالله لقد ضربه ونحن نحب ضربه، فما أقلع عنه حتى تمنينا أنه يرفع عنه، ثم قال عمر للمصري: ضع السوط على صلعة عمرو، فقال: يا أمير المؤمنين! إنما ابنه الذي ضربني وقد استقدت منه، فقال عمر لعمرو: مذ كم تعبدتم الناس وقد ولدتهم أمهاتهم أحرارا؟ قال: يا أمير المؤمنين! لم أعلم ولم يأتني … – انتهى
Dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya seorang lelaki dari kalangan penduduk Mesir mendatangi ‘Umar bin al-Khaththab –radhiyallahu ‘anhu– seraya berkata, “Wahai Amir al-Mu’minin, seseorang meminta perlindunganmu dari kezaliman.” ‘Umar bin al-Khaththab berkata, “Kau mendapatkan perlindungan.” Lelaki Mesir itu berkata, “Aku berlomba dengan putra ‘Amr bin al-‘Ash, lalu aku mengalahkannya dalam perlombaan itu. Namun, dia malah mencambukku seraya mengatakan, ‘Aku adalah putra dari keluarga terhormat.’” (Setelah mendengar pengaduan itu), ‘Umar bin al-Khaththab segera melayangkan surat kepada ‘Amr bin al-‘Ash dan menyuruhnya datang kehadapan ‘Umar bersama putranya. Tatkala ‘Amr bin al-‘Ash bersama putranya tiba di hadapan ‘Umar, berkatalah ‘Umar, “Di manakah lelaki Mesir itu?” Ketika lelaki Mesir itu muncul, ‘Umar berkata kepadanya, “kau ambillah cambuk dan pecutlah anak dari keluarga terhormat itu!” Maka lelaki Mesir itu pun segera mencambuki putra ‘Amr bin al-‘Ash. Anas bin Malik berkata, “Maka lelaki Mesir itu pun mencambukinya. Demi Allah, dia terus mencambuki putra ‘Amr bin al-‘Ash dan kami pun senang karenanya. Akan tetapi, tak henti-hentinya dia mencambukinya sampai-sampai kami begitu berharap agar dia berhenti.” Kemudian ‘Umar bin al-Khaththab berkata kepada lelaki Mesir itu, “Sekarang, cambuklah ‘Amr bin al-‘Ash!” Lelaku Mesir itu berkata, “Wahai Amir al-Mu’minin, hanya putranya sajalah yang telah mencambukku, dan sekarang aku telah membalasnya.” Kemudian ‘Umar bin al-Khaththab berkata kepada ‘Amr bin al-‘Ash, “Sejak kapan kau memperbudak manusia, padahal mereka dilahirkan oleh ibu-ibu mereka dalam keadaan merdeka?” ‘Amr bin al-‘Ash berkata, “Wahai Amir al-Mu’minin, aku tak mengetahui kejadian tersebut, dan lelaki Mesir ini pun tak melaporkannya kepadaku.” –SELESAI …
Penyebab Kelemahan dan kemungkaran riwayat
Kisah tersebut dikeluarkan atau diriwayatkan oleh Ibn ‘Abd al-Hakim bin A’yan al-Mishri di kitab Futuh Mishri wa Akhbaraha (halaman 290, Dar al-Fikr, Beirut). Adapun sanadnya adalah sebagai berikut:
حُدِّثنا عن أبي عَبدة، عن ثابت البُناني، وحُميد، عن أنس … -فذكر القصّة
Telah DICERITAKAN (oleh seseorang) kepada kami sebuah kisah dari Abu ‘Abdah, dari Tsabit al-Bunani dan Humaid, dari Anas … -kemudian disebutkanlah kisah tersebut di atas …
Pertama:
Tampak jelas dalam sanad tersebut bahwa Ibn ‘Abd al-Hakim bin A’yan menerima kisah itu dari SESEORANG yang tidak disebutkan namanya dan tidak pula diketahui perihalnya. Keadaan perawi yang seperti itu tidak bisa diterima karena tidak mungkin diketahui perihal kejujuran dan hafalannya mengenai kabar-kabar yang disampaikannya. Dengan demikian, sanad riwayat tersebut dha’if (lemah).
Kedua:
Orang yang tak diketahui nama dan keadaannya tersebut menerima riwayat tersebut dari Abu ‘Abdah, dan Abu ‘Abdah menerima riwayat tersebut dari Tsabit al-Bunani dan Humaid. Keberadaan Abu ‘Abdah dalam penceritaan kisah ini semakin menjadikan sanad riwayat tersebut cacat. Alasannya tidak lepas dari dua kemungkinan berikut:
Kemungkinan pertama, Abu ‘Abdah itu seorang perawi yang tidak diketahui jati dirinya dan tidak dikenal sebagai murid dari Tsabit al-Bunani dan Humaid. Syaikh ‘Ali Hasyisy al-Mishri berkata mengenai hal tersebut:
أنه بالبحث عمن روى عن ثابت فى تهذيب الكمال (٣/٢٤٤/٧٩٧) وجِد أن عددهم (١۰٤) رواة
لم يكن من بينهم أبو عبدة ، وأنه بالبحث عمن روى عن عن حميد فى تهذيب الكمال (٥/٢٣٦/١٥۰٧) وجِد أن عددهم (٧٣) راوياً لم يكن بينهم أبو عبدة
Bahwasanya berdasarkan penyelidikan terhadap kitab Tahdzib al-Kamal (3/244/797) mengenai perawi-perawi yang meriwayatkan dari Tsabit, ditemukanlah bahwa jumlah mereka mencapai 104 perawi, tetapi tidak satu pun di antara mereka yang bernama Abu ‘Abdah. Juga berdasarkan penyelidikan terhadap kitab Tahdzib al-Kamal (5/236/1507) mengenai perawi-perawi yang meriwayatkan dari Humaid, ditemukanlah bahwa jumlah mereka mencapai 73 orang perawi, tetapi tidak satu pun di antara mereka yang bernama Abu ‘Abdah. (kitab al-Qashash al-Wahiyah 1/49)
Kemungkinan kedua, Abu ‘Abdah yang dimaksud dalam sanad tersebut adalah Yusuf bin ‘Abdah Abu ‘Abdah (wafat tahun 167 H), dan dia merupakan seorang perawi yang dha’if (lemah). Mengenai Yusuf bin ‘Abdah Abu ‘Abdah ini, Ibn Abi Hatim berkata di kitab al-Jarh wa at-Ta’dil:
نا أبو بكر الأثرم قال: قلت لأبي عبدالله أحمد بن حنبل: يوسف بن عبدة أبو عبدة؟ قال: “له أحاديث مناكير عن حميد وثابت”، وكأنه ضعفه. نا عبدالرحمن ابن أبي حاتم قال: سألت أبي عن يوسف بن عبدة؟ فقال: “شيخ ليس بالقوي، ضعيف
Abu Bakr al-Atsram berkata:
Aku bertanya kepada Abu ‘Abdillah, Ahmad bin Hanbal, “Bagaimana dengan Yusuf bin ‘Abdah Abu ‘Abdah?” Ahmad bin Hanbal menjawab, “Dia memiliki hadits-hadits mungkar dari Humaid dan Tsabit,” dan seakan-akan beliau melemahkannya. ‘Abd ar-Rahman bin Abi hatim berkata, “Aku bertanya kepada ayahku tentang Yusuf bin ‘Abdah, lalu ayahku menjawab bahwa dia adalah Syaikh, bukan perawi yang kuat, seorang yang dha’if.” (kitab al-Jarh wa at-Ta’dil 9/226)
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, jelaslah bahwa sanad riwayat tersebut lemah/rapuh sedangkan kisah di dalamnya pun mungkar. Adapun kemungkaran yang terkandung di dalam kisah tersebut, di antaranya adalah perintah ‘Umar bin al-Khaththab kepada lelaki Mesir itu untuk mencambuk ‘Amr bin al-‘Ash, padahal ‘Amr bin al-‘Ash sama sekali tidak berbuat kezaliman terhadap lelaki Mesir itu. Bagaimana mungkin ‘Amr bin al-‘Ash menerima hukuman atas perbuatan yang tak dilakukannya? Padahal Allah –ta’ala- berfirman:
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ
“Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain.” (QS. al-Isra’: 15)
Wallahu a’lamu …