Imam Az-Zuhri, Ahli Hadits yang Penuh Semangat
Imam Az-Zuhri, Ahli Hadits yang Penuh Semangat
Beliau adalah Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri, termasuk shighar at-tabi’in (tabi’in junior) lahir pada tahun 50 atau 51 H.
Beliau adalah seorang yang kaya lagi dermawan. Beliau memiliki kedudukan yang tinggi di dalam Daulah Bani Umayyah. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan kepada beliau kecerdasan yang tinggi dan kekuatan hafal yang mengagumkan, dengan itu semua beliau mendapat kedudukan tinggi terutama dalam bidang ilmu hadis, dan kepada beliau bermuaralah ilmu hadis. Beliaulah orang pertama yang membukukan ilmu hadis atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Abu Bakar al-Hudzali mengatakan, “Aku telah duduk bermajelis kepada Hasan al-Bashri dan Ibu Sirin, namun aku tidak melihat seorang pun yang semisal dengan Imam Az-Zuhri.”
Bila dibandingkan beliau, maka Hasan al-Bashri dan Ibnu Sirin jauh di atas beliau karena mereka adalah termasuk para tabi’in senior, tetapi ilmu adaah semata-mata anugerah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan keutamaan dan rahmat-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki.
Beliau banyak mengambil ilmu dari para tabi’in senior seperti kepada Sayyidut Tabi’in Sa’id bin Musayyib, Urwah bin Zubair, Al-Qasim bin Muhammad, dan yang lainnya. Sementara itu, beberapa murid ternama beliau antara lain: Imam Malik bin Anas “Imam Daril Hijrah”, Al-Laits, Sufyanain, dan para imam besar dari kalangan tabi’ut tabi’in senior lainnya.
Pujian Ulama kepada Beliau
Amr bin Dinar mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih mengetahui tentang hadis dibandingkan Ibnu Syihab (Imam Az-Zuhri).”
Ahmad bin Hambal berkata, “Az-Zuhri adalah manusia yang terbaik hadisnya dan terbagus jalan sanadnya.”
Al-Laits menyatakan, “Aku tidak melihat seorang alim pun yang lebih luas ilmunya dibandingkan Imam Az-Zuhri. Tatkala beliau berbicara tentang targhib (nasihat dan anjuran), engkau akan katakan: ‘Tidak ada yang terbaik kecuali beliau’, bila beliau berbicara tentang hari-hari Arab dan penyebutan nasab, engkau akan katakan: ‘Tidak ada penyebutan nasab, engkau akan katakan: ‘Tidak ada yang terbaik kecuali beliau’, dan bila beliau sedang berbicara tentang Alquran dan hadis, engkau pun akan mengatakan yang semisal.”
Imam Makhul pernah ditanya, “Siapa orang yang paling alim yang pernah engkau jumpai?” Ia menjawab, “Ibnu Syihab.” Lalu ditanyakan, “Siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ibnu Syihab.” “Dan siapa lagi?” Beliau tetap menjawab, “Ibnu Syihab.”
Faktor Pendukung Keunggulan Beliau
Tak ada seorang pun yang terlahir ke alam dunia ini dalam keadaan berilmu, telah hafal Alquran dan hadis, memiliki pemahaman yang benar dari pemahaman yang menyimpang; tentu tidak ada. Seluruhnya sama, namun yang membedakan adalah bekal yang cukup dan ketinggian semangat. Tentunya hal itu tidak terlepas dari rahmat dan fahdilah (keutamaan) dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Syaikhul Islam tidaklah beliau menjadi Syaikhul Islam kecuali setelah melakukan upaya yang tidak dilakukan oleh selainnya, demikian juga Az-Zuhri tidaklah beliau menjadi Imam Az-Zuhri melainkan karena beliau memiliki beberapa faktor pendukung yang tidak dimiliki oleh yang selainnya. Di antara sebab-sebab dan faktor pendukung beliau adalah:
1. Dalam Kekuatan Hafalan
Kekuatan hafalan beliau menjadi ayat yang nyataa kan keutamaan beliau.
Imam adz-Dzahabi berkata, “Di antara yang menunjukkan kekuatan hafalan Imam Az-Zuhri adalah beliau mampu hafal Alquran hanya dalam waktu 8 hari, sebagaimana hal itu diriwayatkan oleh putra saudara beliau, Muhammad bin Abdillah.”
Imam Az-Zuhri pernah mengatakan, “Aku tidak pernah melakukan persiapan dalam menyampaikan hadis, dan aku tidak pernah ragu tentang hafalanku kecuali satu hadis, lalu aku tanyakan kepada saudaraku, ternyata itu pun sama dengan yang aku hafal.”
Al-Laits berkata, “Ibnu Syihab pernah mengatakan, ‘Tidaklah sedikit pun sesuatu yang telah aku hafal lalu aku lupa setelahnya’.”
2. Beliau menulis seluruh yang ia dengar
Dari Abdurrahman bin Abi Zinad dari ayahnya ia berkata, “Aku pernah berthawaf bersama Ibnu Syihab, dan ia membawa lembaran-lembaran dan buku tulis sampai kami menertawakannya.” Dalam riwayat lain, “Kami menulis perkara halal dan haram sedangkan Ibnu Syihab menulis semua yang ia dengar, ketika kami merasa butuh dengan beliau, barulah kami tahu bahwa beliau manusia yang paling mengetahui.”
3. Keuletan dalam menuntut ilmu dan mudzakarah
Beliau mengatakan, “Aku pernah mengikuti guruku Sa’id bin Musyayyib dalam rangka mencari hadis selama tiga hari.”
Beliau juga mengatakan, “Lututku selalu menempel pada lutut Sa’id bin Musayyib selama delapan tahun.”
Artinya, beliau selalu bermajelis menuntut ilmu kepada Sa’id bin Musayyib, dekat dengan beliau dan tidak melalaikan bahkan terkadang mereka pergi meninggalkan kampungnya karena untuk mencari sebuah hadis.
Selain kepada Sa’id bin Musayyib beliau juga menimba ilmu kepada Urwah bin Zubair. Suatu hari ia menemui budak wanita beliau, sedang ia tengah tertidur, lalu ia membangunkannya seraya mengatakan, “Fulan dari fulan dan dari fulan telah menceritakan hadis kepadaku…” Lalu budak wanita tersebut berkomentar, “Apa peduliku dengan itu semua.” Az-Zuhri menjawab, “Aku tahu engkau tidak akan mengerti dengan ini semua, hanya saja tiba-tiba aku teringat dengan satu hadis dan aku ingin mengulang-ulanginya.”
Beliau juga mengatakan, “Penyebab hilangnya ilmu itu karena lupa dan tidak diulang-ulang (muraja’ah).”
4. Memuliakan ilmu dan ahli ilmu
Imam Az-Zuhri pernah bercerita, “Aku pernah datang ke rumah Urwah bin Zubair, di depan pintu aku berhenti hingga akhirnya aku pergi dan tidak jadi masuk, seandainya aku pergi dan tidak jadi masuk, itu tidak aku lakukan yang demikian karena memuliakan beliau.”
Dari Sufyan ia mengatakan, “Aku mendengar Az-Zuhri mengatakan, ‘Si fulan telah menceritakan hadis kepadaku dan beliau adalah lautan ilmu’, tidak hanya sekadar mengatakan ‘beliau adalah seorang yang alim’.”
Beliau lakukan itu karena memuliakan ilmu dan ahli ilmu. Beliau sangat menghormati gurunya, memuliakannya, karena merekalah orang-orang yang banyak memberi manfaat dan kebaikan, dan demikianlah para salah mengajarkan kepada kita.
5. Mengambil sebab untuk membantu kuatnya hafalan
Imam Az-Zuhri pernah mengatakan, “Barangsiapa yang senang menghafal hadis hendaklah ia memakan kismis/anggur kering.” Al-Hakim mengomentari, “Karena kismis/anggur keringnya negeri Hijaz hangat, manis dan lembut, terlihat kering, dan dapat mencegah lendir.”
Al-Laits mengatakan, Imam Az-Zuhri sering meminum madu seperti minumnya seorang terhadap minumannya, beliau mengatakan, ‘Beri kami minum madu dan ceritakanlah hadis kepadaku.’ Dan beliau sangat sering minum madu, dan tidak makan apel sedikit pun.”
Beliau (Al-Laits) juga mengatakan, “Az-Zuhri pernah mengatakan, ‘Tidaklah sesuatu yang telah melekat di hatiku lalu lupa di kemudian hari.’ Beliau membenci makan apel, namun beliau senang meminum madu. Katanya, ‘Madu itu dapat mempertajam ingatan’.”
Beberapa Perkataan Mutiara Beliau
Beliau pernah mengatakan, “Perbanyaklah melakukan sesuatu yang tidak akan disentuh api neraka.” Lalu ada yang bertanya, “Apakah itu?” Beliau menjawab, “Perbuatan baik.”
Beliau mengatakan, “Tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala itu diibadahi dengan sesuatu yang lebih afdhal dibanding dengan ilmu.”
Beliau mengatakan, “Para ulama sebelum kita berkata, ‘Berpegang teguh dengan sunah adalah keselamatan, sedang ilmu dicabut dengan begitu cepatnya. Dengan kemuliaan ilmu tegaklah agama dan dunia, dan dengan hilangnya ilmu hilang pula agama dan dunia.”
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati Imam Az-Zuhri, meridhainya, dan menempatkan beliau di tempat yang agung di sisi-Nya. Amin.
Mutiara Teladan
Sangat banyak sekali catatan penting dari perjalanan hidup beliau yang hendaknya menjadi qudwah (panutan) bagi kita, di antaranya:
1. Menulis adalah sebuah keharusan terutama bagi seorang penuntut ilmu syar’i karena mereka tidak akan lepas dari pena dan kertas. Tulisan akan memperkuat ingatan. Dengan tulisan akan terikat seluruh ilmu dan faidah yang telah ia dapatkan. Karena ilmu ibaratnya sebuah buruan, sedangkan tulisan adalah pengikatnya.
Imam Syafi’I pernah mengatakan,
“Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah pengikatnya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat. Merupakan kedunguan bila engkau telah berburu kijang. Lalu kau biarkan ia terlepas di hadapan manusia.”
2. Hendaklah setiap hamba berusaha dalam mencari sebab untuk sesuatu yang ia harapkan. Islam tidak pernah mengajari kita untuk berpangku tangan dan pasrah dengan takdir. Namun, berusahalah; dan masing-masing akan dimudahkan kepada jalannya. Bagi mereka yang menginginkan menjadi seorang yang alim, maka belajarlah, ikat semua ilmu yang telah didapatkan, dan sebanyak mungkin lakukan muraja’ah terhadap ilmu tersebut. Setelah itu, banyaklah berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semoga Dia menjadikannya termasuk ahli imu yang mengamalkan ilmunya.
3. Merupakan adab bagi penuntut ilmu adalah hendaknya dia memuliakan ilmu dan ahli ilmu karena ilmu yang sesungguhnya akan menjadikan kita untuk tawadhu (rendah hati). Adapun orang pertama yang akan dia hormati adalah orang-orang yang telah mengajarkan ilmu kepadanya. Ilmu tidak mengajarkan kepada kita agar menjadi semakin sombong dan merendahkan orang lain, tetapi justru semakin dia bertambah ilmunya, maka akan semakin tinggi tawadhu’-nya, sebagaimana padi –makin berisi makin menunduk–.
Wallahu a’lamu bishshawab.
Sumber: Majalah Al-Furqon Edisi 8 Tahun Ke-11 1433