7 Ulama Besar Kota Madinah
Bagi Anda yang suka membaca buku-buku biografi dan sejarah Kota Madinah, tentu tak asing dengan istilah fuqoha sab’ah(الفقهاء السبعة). Suatu istilah yang ditujukan kepada tujuh orang tabi’in (murid para sahabat) yang merupakan ulama besar di Madinah zaman itu. Zaman tabi’in adalah zaman banyak ulamanya, namun tujuh orang yang hidup di masa bersamaan ini begitu menonjol dan menjadi rujukan utama. Dari mereka tersebar ilmu dan fatwa di dunia Islam (Haji Khalifah: Salmu al-Wushul ila Tabaqat al-Fuhul, 5/189).
Tujuh ulama (fuqoha sab’ah) itu adalah Said bin al-Musayyib, Urwah bin az-Zubair bin Awwam, al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar ash-Shiddiq, Ubaidullah bin Abdullah, Kharijah bin Zaid bin Tsabit, dan Sulaiman bin Yasar. Untuk nama ketujuh diperselisihkan siapa orangnya; Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf atau Salim bin Abdullah bin Umar bin al-Khattab atau Abu Bakar bin Abdurrahman bin al-Harits.
Pertama: Said bin al-Musayyib
Said bin al-Musayyib bin Hazn bin Abi Wahb al-Makhzumi al-Qurasyi. Kun-yahnya adalah Abu Muhammad. Ia adalah tokoh utama tabi’in. Kedudukannya di tengah-tengah para tabi’in bagaikan kedudukan Abu Bakar di antara para sahabat. Said dilahirkan di masa pemerintahan Umar bin al-Khattab. Ibunya adalah Ummu Said binti Hakim.
Dari sisi keilmuan, tentu Said sangat luar biasa. Ia adalah pakar dalam bidang hadits dan fikih. Sosoknya adalah pribadi yang zuhud dan wara’. Walaupun sibuk dengan ilmu dan dakwah, ia juga tetap bekerja untuk kehidupan dunianya. Tabi’in yang mulia ini adalah seorang pedagang minyak zaitun. Dan ia tidak menerima pemberian.
Said bin al-Musayyib wafat di Kota Madinah pada tahun 94 H. Ada juga yang menyatakan beliau wafat pada tahun 89 H. Pendapat lainnya menyebutkan 91 H. Atau 92 H, 93 h, atau 105 H (Ibnu Saad dalam ath-Thabaqat al-Kubra, 5/89-109).
Kedua: Urwah bin az-Zubair
Urwah bin az-Zubair adalah putra dari sahabat yang mulia az-Zubair bin al-Awwam. Satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. saudaranya adalah seorang sahabat. Yaitu Abdullah bin az-Zubair radhiallahu ‘anhu. Dengan demikian, Urwah adalah seorang Quraisy yang nasabnya Urwah bin az-Zubair bin al-Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab. Kun-yahnya Abu Abdullah.
Ibu Urwah adalah Asma binti Abu Bakar ash-Shiddiq. Ia dilahirkan pada tahun 29 H. Pendapat lain menyatakan 23 H.
Ulama yang mulia ini sama sekali tak pernah turut campur dalam fitnah perpecahan. Dan perjalanan hidupnya tidak hanya dihabiskan di Kota Madinah. Ia pernah tinggal di Bashrah. Kemudian menuju Mesir dan menikah di sana. Lalu tinggal di negeri Nabi Musa itu selama tujuh tahun. Setelah itu baru ia kembali ke Madinah dan wafat di kota nabi itu pada tahun 94 H. Ada yang mengatakan 92, 93, atau 95 H (Ibnu Saad dalam ath-Thabaqat al-Kubra, 5/136-139).
Ketiga: al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar ash-Shiddiq.
Dari silsilah namanya tentu kita mengetahui, ulama dengan nasab Quraisy ini adalah cucu dari khalifah pertama Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu. Kun-yahnya adalah Abu Muhammad atau Abu Abdurrahman. Ibunya adalah seorang budak perempuan yang bernama Saudah.
Al-Qasim dilahirkan di Kota Madinah pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu. Tentu al-Qasim adalah seorang yang shalih dan terpecaya riwayat haditsnya. Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkomentar tentangnya, “Kalau seandainya aku memiliki hak mengangkat pemimpin, maka akan aku angkat al-Qasim bin Muhammad menjadi seorang khalifah.”
Di masa tuanya, al-Qasim mengalami kebutaan. Dan ia wafat di Madinah pada tahun 106 H. Pendapat lain menyatakan 107 H, 108 H, atau 112 H (Ibnu Saad dalam ath-Thabaqat al-Kubra, 5/142-148).
Keempat: Ubaidullah bin Abdullah
Nasab Ubaidullah adalah Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah bin Mas’ud al-Hudzali al-Madani adh-Dharari. Kun-yahnya Abu Abdullah. Ia merupakan seorang mufti Madinah dan termasuk tabi’in yang paling berilmu. Ia seorang imam yang kuat hafalan dan argumentasinya. Seorang mujtahid. Yang terpercaya haditsnya, banyak riwayatnya, dan pandai bersyair. Ia adalah salah seorang pendidik Umar bin Abdul Aziz.
Ubaidullah wafat pada tahun 102 H. Atau 97 H, 98 H, atau 99 H (Ibnu Hibban dalam ats-Tsiqat, 5/63).
Kelima: Kharijah bin Zaid bin Tsabit
Nama dan nasabnya adalah Kharijah bin Zaid bin Tsabit al-Anshari an-Najjari. Adapun kunyahnya Abu Zaid. Ibunya adalah Ummu Saad binti Saad bin Rabi’. Ia adalah seorang tabi’in mulia. Seorang ahli ilmu dan ahli ibadah. Di masa hidupnya, ia sempat menjumpai masa Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu.
Kharijah wafat pada tahun 90 H atau 100 H. saat itu usianya hanya 40 tahun saja (Ibnu Hibban dalam Masyahir Ulama al-Amshar, Hal: 106).
Keenam: Sulaiman bin Yasar
Sulaiman bin Yasar atau yang juga dikenal dengan kun-yah Abu Abdurrahman adalah bekas budak dari istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ummul Mukminin Maimunah binti al-Harits radhiallahu ‘anha. Ia merupakan saudara dari Atha’ bin Yasar.
Sulaiman dilahirkan pada tahun 34 H, pada masa pemerintahan Amirul Mukminin Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu. Ia merupakan seorang ahli ilmu lagi terpercaya. Hadits-haditnya pun banyak. Ia meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah, dan Ummu Salamah radhiallahu ‘anhum.
Ulama besar tabi’in ini wafat pada tahun 104 H. Dan beberapa riwayat lain menyebutkan: 107 H, 109 H, dan 110 H. Sementara usianya adalah 73 tahun. Ada pula yang menyatakan 76 tahun (al-Bukhari dalam at-Tarikh al-Kabir 4/41).
Sementara untuk nama ketujuh ada beberapa pendapat. Mereka adalah Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf, Salim bin Abdullah bin Umar bin al-Khattab, Abu Bakar bin Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam.
Ketujuh (1): Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf
Beliau adalah Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf bin Abdu Auf bin Abd bin al-Harits bin Zuhrah bin Kilab (Ibnu Saad dalam ath-Thabaqat al-Kubra, 5/118). Kita tahu Abu Salamah adalah kun-yahnya. Dan ia lebih dikenal dengan kun-yah dibanding namanya. Terdapat perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan namanya adalah Abdullah. Versi lainnya, namanya adalah Islamil. Dan ada pula yang mengatakan namanya memang Abu Salamah (adz-Dzahabi dalam Tarikh al-Islam, 2/1199).
Ibunya adalah Tumadhur (تماضر) binti al-Ashbagh al-Kulabiyah Qurasyi (Ibnu Saad dalam ath-Thabaqat al-Kubra, 5/118). Ia dilahirkan pada tahun 20-an H. Dari tahun lahirnya, kita mengetahui bahwa Abu Salamah merupakan seorang generasi awal tabi’in (adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam an-Nubala, 4/287-288).
Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf adalah seorang ulama yang terpercaya. Seorang fakih. Dan banyak riwayat haditsnya. Ia termasuk seorang Quraisy yang paling utama dan ahli ibadah di tengah suku elit tersebut. Ia adalah imam dan panutan di Kota Madinah. Kedudukan tinggi yang ia capai tentu tidaklah mengherankan kalau kita mengetahui guru dekatnya. Ia adalah sepupu nabi, Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu. Karena ketinggian ilmunya, ia pun sempat menjabat hakim Kota Madinah di masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan.
Tabi’in yang mulia ini wafat pada tahun 94 H di masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Saat itu usianya tengah menginjak 72 tahun.
Ketujuh (2): Salim bin Abdullah bin Umar bin al-Khattab
Salim bin Abdullah bin Umar bin al-Khattab al-‘Adawi al-Qurasyi. Kun-yahnya adalah Abu Amr. Atau Abu Abdullah. Ibunya merupakan seorang budak. Salim adalah seorang ulama yang dikenal wara’, terpercaya, dan banyak haditsnya. Ia meriwayatkan hadits dari ayahnya sendiri, Abdullah bin Umar. Juga Abu Hurairah, Abu Ayyub al-Anshari, dll. radhiallahu ‘anhum. Salim wafat di Kota Madinah, tahun 106 H (Ibnu Saad dalam ath-Thabaqat al-Kubra, 5/149-155).
Ketujuh (3): Abu Bakar bin Abdurrahman bin al-Harits
Abu Bakar bin Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam bin al-Mughirah al-Makhzumi al-Qurasyi. Ada yang berpendapat bahwa Abu Bakar hanyalah kun-yahnya saja. Adapun namanya adalah Muhammad. Namun pendapat yang lebih tepat adalah nama dan kun-yahnya sama. Yaitu Abu Bakar.
Abu Bakar dilahirkan di masa pemerintahan Umar bin al-Khattab. Ia seorang ulama yang fakih dan terpercaya. Ia juga meriwayatkan banyak hadits. Ia dijuluki sebagai ahli ibadahnya Quraisy karena begitu banyak ia mengerjakan shalat. Ia wafat di Madinah pada tahun 94 H (Ibnu Saad dalam ath-Thabaqat al-Kubra, 5/159-161).