Biografi Sa’ad bin Abi Waqqash (Seri I)
Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu
“Aku adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam, dan aku adalah orang yang pertama kali memanah musuh di jalan Allah.” Demikianlah Sa’ad bin Abi Waqqash memperkenalkan dirinya. Dia adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam, dan orang pertama yang memanah musuh di jalan Allah.
Sa’ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin ‘Abdi Manaf hidup di Bani Zuhrah, yang merupakan paman-paman Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam dari pihak ibu. Wuhaib adalah kakek Sa’ad. Dia adalah paman Aminah binti Wahab, ibu Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam. Orang-orang mengenal Sa’ad sebagai paman Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dari pihak ibu. Ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam melihatnya, beliau merasa bangga kepadanya karena keberanian, kekuatan, dan kesungguhan imannya, maka beliau bersabda, “
Ini adalah pamanku, maka hendaklah seseorang memperlihatkan kepadaku istrinya.” Masuknya Sa’ad ke dalam Islam terjadi pada awal-awal munculnya Islam. Dia mengenal dengan baik Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam serta mengetahui kejujuran dan sifat amanah beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sudah sering bertemu dengannya sebelum beliau diutus menjadi rasul. Beliau mengetahui betapa besar kecintaan Sa’ad untuk berperang dan juga keberaniannya.
Sa’ad sangat suka memanah. Dia selalu berlatih melempar anak panah. Dia masuk Islam dengan mudah dan tidak sulit, bahkan sangat cepat masuk Islam. Dia adalah orang ketiga dari tiga orang yang masuk Islam lebih dulu. Kondisi yang dialami Sa’ad tidak berbeda dengan kondisi orang-orang lain. Ketika ibunya ynag bernama Hamnah mengetahui tentang keislamannya, sang ibu pun sangat marah kepadanya.
Sang ibu berkata kepadanya, “Wahai Sa’ad, apakah kamu meninggalkan agamamu dan agama nenek moyangmu, lalu kamu mengikuti sebuah agama yang baru? Demi Allah, aku tidak akan mencicipi satu makanan dan minuman pun hingga kamu meninggalkan agama baru itu.”
Sa’ad menjawab, “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agamaku dan tidak akan berpisah darinya.”
Sang ibu bersikeras dengan sikapnya, sementara dia mengetahui bahwa Sa’ad sangat mencintainya, sehingga hatinya akan merasa iba ketika dia melihat ibunya berada dalam kondisi tubuh yang lemah dan tidak sehat lagi. Sang ibu tetap melakukan niatnya. Namun karena Sa’ad lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka dia pun berkata ibunya, “Wahai Ibu, demi Allah, andai engkau memiliki tujuh puluh nyawa yang keluar satu demi satu, maka aku tetap tidak akan meninggalkan agamaku untuk selama-lamanya.”
Sang ibu mengetahui bahwa anaknya itu telah berubah dan tidak akan pernah kembali lagi ke agama sebelumnya untuk selama-lamanya. Karenanya, sang ibu pun makan dalam keadaan bersedih dan marah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan Sa’ad sebagai orang yang menyebabkan turunnya salah satu ayat Alquran, Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan firman-Nya :
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.”
Mengenai anggapan bahwa Sa’ad adalah orang yang pertama kali melemparkan anak panah dalam rangka berjuang di jalan Allah, dikisahkan bahwa suatu ketika kaum muslimin Makkah sedang mengerjakan shalat di lorong-lorong jalan yang ada di Makkah secara sembunyi-sembunyi. Namun sebagian kaum musyrikin melihat mereka, lalu kaum musyrikin pun menyerang kaum muslimin, maka Sa’ad bin Abi Waqqash bangun dan langsung menyerang , mereka. Dia memanah salah seorang dari mereka hingga darah mengalir dari tubuh orang tersebut. Inilah darah pertama yang ditumpahkan oleh umat Islam.
(Saat kaum kuffar Makkah memboikot kaum muslimin) Sa’ad bersama Rasulullah berlindung di klan Abu Thalib, sehingga harus menahan lapar bersama beliau selama tiga tahun penuh. Selama itu Sa’ad hanya memakan dedaunan hingga akhirnya Allah pun menghendaki ujian ini berakhir. Tak lama kemudian Sa’ad radhiyalahu ‘anhu lalu pergi berhijrah ke madinah bersama orang-orang yang berhijrah di jalan Allah.
Umair bin Abi Waqqash berhijrah bersama saudaranya, Sa’ad, ke Madinah. Ketika orang yang bertugas untuk mengumandangkan seruan jihad berkata, “Hayya ‘alal jihad” (Mari berjihad). Sa’ad pun segera keluar dengan membawa pedang dan panahnya. Saat itu usia Sa’ad telah lebih dari dua puluh tahun, sedangkan Umair masih kecil. Umurnya belum mencapai tiga belas atau empat belas tahun.
Sebagaimana biasanya, Rasulullah selalu memeriksa kondisi pasukannya. Beliau akan menolak anak-anak kecil yang tidak memiliki kemampuan dan kekuatan untuk berperang. Rasulullah pun melihat Umair. Saat itu Umair bersembunyi agar dia tidak disuruh pulang oleh Rasulullah, yang menyebabkan dirinya tidak bisa ikut berperang bersama dengan kaum muslimin. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam nelihatnya, maka beliau menolak dan menyuruh Umair untuk pulang. Umair pun menangis hingga Nabi merasa iba kepadanya. Akhirnya, Rasulullah membolehkan Umair untuk keluar bersama pasukan Badar. Umair pun berdiri disamping Sa’ad guna berjihad di jalan Allah.
Ketika peperangan selesai dan debu tidak lagi beterbangan, terlihatlah 14 orang dari kaum muslimin yang gugur sebagai syahid. Orang yang paling muda diantara ke-14 orang tersebut adalah Umair bin Abi Waqqash. Sa’ad pun pulang dengan membawa kemenangan di satu tangannya dan tangisan (kesedihan) di tangan yang lain.
Kehidupan berjihad berlangsung dengan cepat. Orang-orang Islam berpindah dari satu pertempuran ke pertempuran yang lain hingga tibalah saatnya perang Uhud. Saat itu para pasukan pemanah tidak mematuhi ucapan Nabi kita, lalu mereka meninggalkan tempat-tempat mereka. Melihat keadaan itu, pasukan kaum musyrkin pun menyerang kaum muslimin hingga akhirnya mereka sampai ke Rasulullah yang pada saat itu hanya segelintir shahabat saja yang ada di samping beliau, diantaranya Sa’ad bin Abi Waqqash radhiiyallahu ‘anhu. Ketika Rasulullah melihat Sa’ad, beliau bersabda kepadanya, “Usir mereka (maksudnya pukul mundur orang-orang musyrik itu).”
Sa’ad berkata, “Bagaimana aku dapat melakukan hal itu sendirian?”
Akan tetapi kemudian, Sa’ad segera mengeluarkan anak panah dari sarungnya, lalu dia melemparkan anak panah itu ke arah salah seorang dari kaum musyrikin hingga orang itu tewas. Sa’ad kembali mengambil anak panah yang lain, lalu dengan anak panah itu dia pun membunuh salah seorang lainnya dari kaum musyrikin. Demikianlah, panahnya telah membunuh banyak orang musyrik, mak a Sa’ad mengambil panahnya itu, lalu berkata, “Ini adalah panah yang diberkahi oleh Allah.”
=Bersambung insya Allah=
Sumber: Kisah Teladan 20 Sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk Anak, Dr. Hamid Ahmad Ath-Thahir, Irsyad Baitus Salam, 2006