Abu Bashir Radhiallahu ‘Anhu Lari Dari Kekufuran
Abul Bashir, namanya adalah Utbah bin Usaid bin Jariyah ats-Tsaqafi. Sekutu Bani Zahrah. Ia memeluk Islam setelah perjanjian Hudaibiyah. Ia datang bersama Abu Jandal bin Suhail bin Amr dan orang-orang yang memeluk Islam. Mereka datang saat Rasulullah tengah membuat perjanjian dengan musyrikin Mekah. Mereka masuk ke Madinah tanpa mengorbankan Perjanjian Hudaibiyah yang telah disepakati oleh Rasulullah dengan Mekah. Berikut ini kisah tentang salah seorang sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ini.
Kerbersamaan dengan Rasulullah
Saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke Madinah dari Hudaibiyah, Abul Bashir Utbah bin Usaid ats-Tsaqafi mengikuti beliau tinggal di sana. Orang-orang Mekah tidak tinggal diam dengan keadaan ini. Akhnas bin Syuraiq ats-Tsaqafi dan Azhar bin Abdu Auf mengirimkan surat kepada Nabi. Keduanya mengutus masing-masing budaknya dan ditemani seorang laki-laki dari Bani Amir bin Luay. Ketiganya ditugaskan membawa surat yang berisikan permintaan agar Abul Bashir dikembalikan ke Mekah.
Saat surat tersebut sampai ke tangan Rasulullah, beliau pun memanggil Abul Bashir. Beliau berkata, “Abul Bashir, mereka adalah orang-orang yang telah mengikat perjanjian dengan kita. Kau telah mengetahui isi perjanjian tersebut. Dan aku bukanlah orang yang suka mengkhianati perjanjian. Pulanglah engkau bersama mereka.” Abul Bashir menjawab, “Wahai Rasulullah, engkau pulangkan aku menuju orang-orang musyrikin? Mereka akan merusak keimananku.”
Kita tahu, di antara poin Perjanjian Hudaibiyah adalah siapa yang datang dari kaum musyrikin kepada Nabi tanpa izin keluarganya, harus dikembalikan ke Mekah. Tetapi bila ada di antara kaum muslimin yang berbalik dan mendatangi kaum musyrikin, maka tidak dikembalikan.
Dan Abul Bashir radhiallahu ‘anhu memeluk Islam setelah Perjanjian Hudaibiyah. Lalu ia datang ke Madinah. Bergabung bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Rasulullah tidak mau mengkhianati perjanjian. Meskipun ini berat. Meskipun beliau sangat menyayangi para sahabatnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Abul Bashir, “Abul Bashir, bersabarlah dan berharaplah pahala. Karena pasti Allah akan memberikan jalan keluar untukmu dan orang-orang lemah yang bersamamu dari kalangan orang yang beriman.”
Abul Bashir pun pergi keluar Madinah bersama tiga utusan Mekah itu. Saat mereka sampai di Dzul Hulaifah, mereka beristirahat. Duduk-duduk di suatu kebun. Abul Bashir berkata kepada seorang dari Bani Amir itu, “Apakah pedangmu itu tajam”? “Tentu”, jawabnya. “Coba kulihat”, pinta Abul Bashir. “Ini. Kalau kau mau”, jawab utusan Bani Amir. Lalu Abul Bashir menyabetkan pedang itu ke lehernya.
Melihat keadaan tersebut, dua orang budak teman si Bani Amir ini berlari. Mereka kembali menuju Madinah. Mereka menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang duduk di masjid. Saat melihat keduanya, Rasulullah berkomentar, “Dua orang ini terlihat ketakutan.” Saat mendekati Rasulullah, budak itu berkata, “Teman kalian telah membunuh temanku.”
Sesaat kemudian muncullah Abul Bashir yang menenteng pedang. Ia mendekati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, Anda telah memenuhi janji Anda (kepada Quraisy). Sedangkan aku telah membela diriku sendiri.” Maksudnya, ia meminta untuk tinggal bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah. Karena tidak ada perjanjian yang dikhianati dan harus dipenuhi lagi. Rasulullah bersabda, “Wah gawat! Genderang perang ditabuh kalau ia di sini.”
Agar darah kaum muslimin tak tertumpah di masa damai. Dan agar tuduhan buruk tidak menimpa Rasulullah dan para sahabat, Abul Bashir pun pergi dari Madinah. Ia tinggal di Aisy. Sebuah daerah yang menjadi jalur dagang kafilah Quraisy menuju Syam. Saat kaum muslimin di Mekah yang bernasib sama seperti Abul Bashir mendengar keberadaannya, mereka pun berkumpul dengannya di sana. Hingga terkumpul sampai 60-70 orang kaum muslimin.
Keberadaan 60-an orang ini di Aisy cukup merepotkan Quraisy. Tidaklah salah seorang Quraisy melewati daerah tersebut kecuali mereka habisi. Dan tidaklah barang dagang mereka melintasi kecuali disergap. Keadaan ini mendorong Quraisy menyurati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka meminta agar Rasulullah mengasihani mereka dan mengambil sikap atas kelompok Abul Bashir. Rasulullah pun mengundang mereka untuk ke Madinah dan mengajak mereka tinggal di sana. Inilah jalan keluar bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka tertindas dan disiksa di Mekah. Namun mereka bersabar dan Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-hamba-Nya.
Sumber:
– Sunan al-Baihaqi al-Kubra
– Asad al-Ghabah
– Al-Isti’ab
Diterjemahkan dari https://islamstory.com/ar/artical/33985/أبو_بصير