Cerita Nabi Musa dan Batu yang Melarikan Bajunya
Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bani Israil biasa mandi dengan bertelanjang, satu sama lain saling melihat anggota badan temannya. Tetapi Nabi Musa mandi seorang diri. Mereka mengatakan, ‘Demi Allah! Tidak ada yang melarang Musa mandi bersama-sama dengan kita kecuali karena dia berpenyakit, buah pelirnya besar.’
Pada suatu kali, Nabi Musa mandi. Kainnya diletakkan di atas batu, lalu batu itu melarikan kain Nabi Musa dan beliau menyusulnya sambil berteriak, ‘Kainku! Kainku, wahai batu!’ Sehingga, Bani Isaril dapat melihat (aurat) Nabi Musa, lantas mereka berkata, ‘Demi Allah! Musa tidak berpenyakit apa-apa.’ Lalu Nabi Musa mengambil kainnya dan dipukulnya batu itu.”
Abu Hurairah berkata, “Pada batu itu terdapat enam atau tujuh bekas pukulan.”
Serta turunlah ayat yang berkenaan dengan cerita ini,
يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا لاَتَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ ءَاذَوْا مُوْسَى فَبَرَّأَهُ اللهُ مِمَّا قَالُوْا وَكَانَ عِنْدَ اللهِ وَجِيْهًا
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa, maka Allah membersihakannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan dia adalah orang yang mempunyai kedudukan di sisi Allah.” (QS. Al-Ahzab: 69) (HR. Al-Bukhari no. 278 dan Muslim no. 2372)
Pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam keadaan darurat diperbolehkan telanjang. Adapun dalam kondisi wajar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepada Muawiyah bin Al-Hakam, “Jagalah auratmu kecuali untuk istrimu atau budak-budak yang kamu miliki.”
2. Ketika darurat, seperti pengobatan dan lain-lain, diperbolehkan melihat aurat orang lain.
3. Diperbolehkan mandi telanjang jika seorang diri, dan yang lebih utama adalah memakai penutup.
4. Syariat umat sebelum Nabi Muhammad yang bertentangan dengan syariat Muhammad, tidak menjadi syariat Muhammad.
5. Para nabi adalah manusia-manusia yang berparas dan berakhlak sempurna.
6. Para nabi, sebagaimana manusia, mempunyai sifat-sifat yang manusiawi, mereka bisa marah dan memukul.
7. Menerangkan keteguhan dan kesabaran para nabi atas perilaku orang-orang bodoh dan gangguan mereka.
8. Keutamaan rasa malu. Malu merupakan akhlak mulia dan sifat para nabi.
Sumber: 61 Kisah Pengantar Tidur, Muhammad bin Hamid Abdul Wahab, Darul Haq, Cetakan VI, 2009.