Orang Musyrik Yang Memukul Abu Jahal Hingga Dia Terluka
Orang Yang Dijamin Masuk Neraka: Amr bin Hisyam atau Abu Jahal (bagian 3)
Abu Jahal terus melanjutkan penghalangan dan pelarangan setiap orang yang ingin membantu kaum muslimin. Hingga, suatu ketika dia terpaksa dipukul salah seorang kaum musyrikin dan melukainya. Dengan itulah terhenti pemboikotan secara zhalim kepada kaum muslimin.
Imam Ali bin Burhanuddin al-Halabi berkata, yang rangkumannya sebagai berikut: “Suatu ketika Abu Jahal mengganggu Hakim bin Hizam, yang bersama anak kecil membawa gandum, dia menginginkan bibinya Khadijah binti Khuwalid radhiyallahu ‘anha dengan melewati kampung tersebut. Abu Jahal menjaringnya seraya berkata, ‘Akankah kau pergi membawa makanan itu ke Bani Hasyim? Demi Allah engkau dan makananmu tidak akan sampai ke sana hingga aku mempermalukanmu di Mekah.’
Maka saat itu, bertepatan dengan datangnya Abu al-Bukhturi bin Hisyam. Dia berkata kepada Abu Jahal: ‘Apa yang kau perbuat padanya?’
Abu Jahal menjawab, ‘Dia membawa makanan untuk Bani Hasyim.’
Abu al-Bukhturi berkata padanya, ‘Makanan untuk bibinya, apakah engkau melarangnya untuk mendatangi bibirnya dengan makanan itu? Biarkan dia pergi!’
Abu Jahal enggan dan melarang, hingga keduanya saling tarik-menarik. Abu al-Bukhturi mengambil tulang onta lantas memukulkannya pada Abu Jahal hingga sobek keningnya dan luka, lalu menginjaknya dengan kakinya sekuat tenaga seraya berkata:
‘Rasakan wahai Abu Jahal, engkau menjumpai bencana. Demikianlah kebodohan itu, menjadikan seseorang hina. Begitulah umpatan, kembali sebagai penghinaan. Engkau mengetahui bahwa kami melegakan kepentingan dan mencegah yang ada, agar tidak tumpah ruah.’
Sebagian suku Quraisy telah merasakan dampak buruk dari pemboikotan yang berdosa ini. Mereka saling menarik simpatik dan berembuk di malam hari untuk menurunkan lembaran pemboikotan dan pergi ke tempat perkumpulan orang Quraisy seraya berkata,
‘Akankah kita makan, memakai pakaian, sedangkan Bani Hisyam dan al-Muththalib binasa. Mereka tidak berdagang maupun membeli?! Marilah kita robek lembaran pemboikotan yang zhalim ini.’
Seakan-akan petir menyambar kepala Abu Jahal, maka dia berkata, ‘Perkara ini telah diputuskan semalam.’ Kemudian lembaran itu dirobek dan keluarlah Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib dari tempat mereka.”
Kemenangan Bagi Kaum Muslimin dan Kebinasaan untuk Abu Jahal
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berputus asa terhadap negeri dan kaumnya, muncullah cahaya yang bersinar bagi dakwah dan risalahnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan bagi Beliau para penolong yang memiliki tabiat yang kokoh, kemauan yang kuat, keyakinan yang berakar, merekalah kaum Anshar, yang membai’at Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, Bai’tul Aqabah. Baiat ini benar-benar menjadi pembuka bagi kaum muslimin. Baiat tersebut memerangi manusia yang merah ataupun hitam, untuk perjuangan demi meninggikan kalimat yang haq.
Tatkala musibah yang menimpa kaum muslimin semakin mendera, mereka mempersiapkan diri, saling mendampingi dan mendukung, mereka keluar berkelompok dan sendiri-sendiri, menutup pintu-pintu rumah mereka di Mekah untuk hijrah menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tempat tinggal Bani Madh’un, Bani al-Bukair dan Bani Jahsy menjadi tanah yang tandus tidak berpenduduk.
Utbah bin Rabi’ah, al-Abbas bin Abdil Muththalib radhiyallahu ‘anhu, Abu Jahal yang fasiq melewati daerah Bani Jahsy, lalu Abu Jahal menoleh kepada al-Abbas radhiyallahu ‘anhu seraya berkata, “Tidakkah kau lihat? Ini akibat perbuatan keponakanmu, dia memecah belah kesatuan kita, mencerai beraikan urusan kita dan memutuskan hubungan di antara kita.”
Sedangkan Al-Abbas radhiyallahu ‘anhu tidak menjawab dengan sepatah kata pun.
Abu Jahal Menipu Saudaranya
Di antara kabar yang langka dan penting dalam kejadian hijrah, bahwasanya al-Ayyasy bin Abi Rabi’ah radhiyallahu ‘anhu –saudara seibu Abu Jahal dan anak pamannya- termasuk orang terdahulu dan paling awal, lagi ikut hijrah dua kali, Abu Jahal tidak terima saat saudaranya hijrah dan merasakan kenikmatan Islam di antara kaum Anshar di Madinah. Abu Jahal dan saudaranya al-Harits bin Hisyam keluar hingga keduanya sampai ke Madinah –saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih di Mekah- Abu Jahal membisikkan kepada ‘Ayyasy dengan perkataan yang bejat lagi penuh tipu daya: “Sesungguhnya ibumu bernadzar tidak akan menyisir rambutnya, hingga ia melihatmu dan tidak pula bernaung dari terik matahari hingga melihatmu.”
Maka Ayyasy radhiyallahu ‘anhu terasa tersentuh dengan apa yang didengarya, Umar radhiyallahu ‘anhu mengisyaratkan agar dia tidak mendengarkan setan ini. Akan tetapi Ayyasy dikuasai oleh perasaan cinta, selaku anak terhadap orang tua. Dia membenarkan apa yang dikabarkan Abu Jahal. Dia pun keluar bersama keduanya. Hingga sampai keluar jalan, kedua orang itu menawannya lalu mengikatnya dengan kuat, kemudian keduanya memasuki Mekah di siang hari sedang Ayyasy radhiyallahu ‘anhu dalam keadaan terikat. Kemudian keduanya berkata: “Wahai penduduk Mekah, berbuatlah demikian terhadap orang-orang bodoh di antara kalian, sebagaimana kami berbuat terhadap orang bodoh kami ini.”
Dahulu Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan rahmat-Nya –sebagaimana terdapat dalam Shahihain- dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Beliau mendoakan Ayyasy, Walid bin Walid dan Salamah bin Hisyam dalam Qunut shalat Isya.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa, “Ya Allah! Selamatkanlah al-Walid bin Walid. Ya Allah! Selamatkanlah Salamah bin Hisyam, Ya Allah! Selamatkanlah Ayyasy bin Abi Rabi’ah. Ya Allah! Selamatkanlah orang-orang tertindas dari kaum mukminin.”
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari tidak mendoakan mereka, maka aku menegur beliau.” Beliau bersabda, “Tidakkah kau lihat mereka telah pergi (syahid).”
Rencana Membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Hijrah orang-orang terkemuka lagi baik, dalam keadaan yang bagus lagi menakjubkan, sedikit menyulut kemarahan para penyembah patung. Abu Jahal dan kaum musyrikin melihat bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam akan bergabung dengan para sahabatnya di al-Madinah al-Munawwarah. Maka hal ini membuat para pembesar Quraisy mengadakan muktamar, mereka bersepakat, satu hari yang diberi nama ‘az-Zahmah’ (hari yang padat), dikarenakan berjubelnya orang setingkat preman dan rakyat jelata, semua menunggu putusan pemuka mereka yaitu orang-orang yang berkumpul di sekitar si Fasiq Abu Jahal di Darun Nadwah.
Tersebut perundingan kaum musyrikin seputar apa yang diceritakan Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang mereka dalam firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala:
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (QS. Al-Anfaal: 30)
Majelis itu menyetujui pendapat orang berdosa lagi busuk, Abu Jahal, yang berkata kepada mereka, “Wahai kaum Quraisy, demi Allah, sungguh, aku memiliki pendapat tentangnya, yang tidak kalian duga.”
Para hadirin berkata dengan suara yang berat, “Apa itu wahai Abu al-Hakam?”
Abu Jahal menjawab, saat itu tanda pengkhianatan ada di wajah dan kedua matanya: “Menurut hematku, kita mengambil dari setiap suku seorang pemuda yang kuat dari bangsawan, menjadi wakil kita. Kemudian kita memberi setiap pemuda dari mereka pedang tajam, lalu mereka menemui Muhammad dan kesemuanya serempak menyerangnya hingga mati. Maka darahnya berpencar di antara banyak suku. Dengan demikian Bani Abdi Manaf tidak akan mampu memerangi kaumnya secara keseluruhan. Maka, mereka akan rela terhadap kita dengan al-Aql. Kita pun mengganti dan menunaikannya dengan membayar denda untuk mereka.
Setan telah menyelimuti mereka, para pelampau batas. Di depan pintu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka berjaga-jaga hingga beliau tertidur, agar mereka menyergap dan membunuhnya. Dan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala menopang Nabi-Nya, hingga mereka orang-orang jelek itulah yang tertidur.
“Maka, kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.” (QS. Yaasiin: 9)
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, untuk kejadian ini al-Bushiri rahimahullah mengisyaratkan dengan perkataannya:
“Dan Nabi berjalan menuju ke Madinah sedangkan Mekah rindu terhadapnya…”
Kehinaan Abu Jahal
Orang-orang Quraisy menjadi gila, tatkala mengetahui lepasnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari mereka, bersama sahabatnya Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, maka sekelompok kaum musyrikin yang dipimpin si Fasiq Abu Jahal bergegas mengejar, hingga mereka berdiri di depan pintu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Lantas keluarlah putrinya Asma radhiyallahu ‘anhu dan si jelek Abu Jahal bertanya, “Di mana ayahmu, wahai putri Abu Bakar?”
Asma radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Demi Allah, aku tidak tahu di mana ayahku.”
Maka, si jelek lagi keji itu mengangkat tangannya dan menampar Asma radhiyallahu ‘anhu, dengan tanpa belas kasihan hingga jatuh anting-antingnya, karena kerasnya tamparan yang penuh kedengkian itu.
Demikianlah, kerendahan Abu Jahal sampai hati menyakiti wanita yang sedang hamil, berlepas diri dari akhlak orang-orang arab yang mulia dalam memperlakukan wanita. Maka, tampaklah palsunya kejantanannya saat sepeti ini, yang dicatat oleh sejarah kepahlawanan Asma, juga perjuangannya yang disaksikan oleh penduduk Mekah, dan disaksikan oleh malam-malam, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama ayahnya berada di gua. Dan tertulislah dengan huruf dari cahaya: “Hendaklah kaum wanita meniru Asma’.”
Adapun Abu Jahal telah dicatat oleh sejarah sebagai kehinaan dan aib serta celaan yang menyeluruh hingga akhir masa. Kejantanannya diragukan, karena dia berlagak berani terhadap wanita yang tidak berdaya, saat ditinggalkan kaumnya. Apakah ada yang lebih besar dari sikap pengecut Abu Jahal?
Piala Quraisy Berupa 100 Onta
Abu Jahal dan Suku Quraisy merasa sedih dan gelisah terhadap kejadian yang mereka alami. Mereka berkeliling mencari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjanjikan bagi yang membawanya dalam keadaan hidup atau mati, 100 onta. Mereka mengutus para pencari jejak kaki untuk melacak jejaknya. Di antara mereka adalah Kurz bin Alqamah, Suraqah bin Ju’syum al-Mudliji. Rasa tamak telah menguasai jiwa Suraqah hingga dia mengendarai kudanya, dia mempercepat langkah hingga dapat menyusul Rasulullah. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai Rasulullah ada penunggang kuda yang menyusul kita.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menoleh seraya berdoa, “Ya Allah, lemparkanlah hingga dia jatuh, Ya Allah peliharalah kami darinya, sesuai kehendakmu.”
Maka, terperosoklah kedua kaki depan kuda Suraqah, hingga sampai kedua lututnya, dan dia terpelanting jatuh dari kudanya. Allah menjadikan ketakutan pada dirinya. Dia berusaha untuk kedua hingga tiga kali mencelakakan Beliau, namun setiap kali dia berusaha kaki depan kudanya terjatuh ke dalam padang pasir, ketika itulah dia berteriak minta tolong. Dia pun mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak akan pernah dapat dilukai oleh seorang pun. Kemudian, dia menjerit seraya berkata, “Aku Suraqah bin Malik bin Ju’syum, lihatlah! Aku akan berbicara pada kalian! Demi Allah, aku tidak akan mengecewakan kalian, aku tidak akan mencelakakan kalian! Wahai Rasulullah, doakanlah kepada Allah untukku dan aku tidak akan membahayakanmu.”
Maka Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala melepaskan kaki kudanya hingga ia berdiri sempurna di atas tanah. Kemudian dia berkata, “Wahai Nabi Allah, perintahkanlah untukku apa yang kau mau.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tetaplah kau di tempatmu! Jangan biarkan seorang pun mengejar, dan sembunyikan berita kami!” Ketika Suraqah hendak kembali, Nabi menoleh seraya berkata, “Seakan-akan aku meliatmu memakai pakaian Kisra.”
Suraqah bertanya keheranan, “Kisra bin Hurmuz?!”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.”
Suraqah kembali dan dia memenuhi janjinya. Setiap kali dia mendapat pertanyaan, dijawabnya dengan berkata, “Cukuplah bagi kalian, wajah ini.” Dalam hal ini Suraqah berkata, “Aku keluar sebagai orang yang paing bernafsu mendapatkan keduanya (Rasulullah dan Abu Bakar), dan aku pulang sebagai orang, yang paling ingin agar tidak ada yang mengetahui kabar keduanya (Rasulullah dan Abu Bakar), dan aku pulang sebagai orang, yang paling ingin agar tidak ada yang mengetahui kabar keduanya.”
Mengenai kisah Suraqah seorang penyair mengisyaratkan:
Suraqah telah dikuasai perasaan tamak maka ia pun tenggelam dengan kuda pacuannya yang keseleo dan dia pun minta berdamai.
Al-Bushiri juga mengisyaratkan dalam Hamziyyahnya tentang hal itu:
Dan Suraqah pun mengikuti jejaknya
Maka kuda berambut pendek kesayangannya tenggelam ke dalam tanah..
Kemudian dia menyeru, tatkala nampak tanda bahwa dia akan tenggelam..
Dan seruannya telah menolong orang yang tenggelam sambil menyeru..
Antara Suraqah dan Abu Jahal
Tatkala Suraqah merasa tenang, hingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai ke Madinah, di Mekah dia menceritakan apa yang menimpanya dan apa yang menimpa kudanya. Suraqah adalah pemimpin Bani Mudlij. Abu Jahal takut, hal ini menjadi sebab keislaman sebagian penduduk Mekah. Pada saat itulah kegilaan Abu Jahal menjadi-jadi, dia menulis surat kepada Bani Mudlij,memerintahkan mereka agar membangkang pada pemimpin mereka Suraqah dan mengambil alih kepemimpinannya.
Dia berkata:
“Wahai Bani Mudlij, aku takut terhadap orang bodoh di antara kalian. Suraqah membelot, untuk menolong Muhammad Kalian harus menggantinya, agar dia tidak memecah belah persatuan kalian. Hingga nantinya tidak berbalik setelah jaya dan wibawa. Orang hidup yang bodoh mengira, syubhat tiba di atas kejelasan sunnah yang haq. Bagaimana bisa kebenaran itu dikatakannya, dia berangkat tanpa mengatakan hak sepatah kata pun. Aneh dia berpaling, disertai kemarahan ke Madinah sejauh0jauhnya tempat kelahiran. Sekiranya dia tidak mendatangi Madinah dalam keadaan lari, niscaya ujung pedang yang tajam itu akan melukainya.”
Suraqah berkata membantah Abu Jahal –semoga ia dilaknat Allah dalam syairnya, sedang Suraqah dahulu seorang penyair:
“Demi Allah, wahai Abul Hakam seandainya engkau menyaksikan keadaan kudaku saat kakinya terjerembab ke dalam tanah. Niscaya engkau mengetahui tanpa keraguan bahwasanya Muhammad seorang Rasul dan pemberi keterangan, Maka siapakah yang dapat melawannya. Maka, jauhkanlah kaum itu darinya, sesungguhnya aku melihat perkaranya akan lebih tampak suatu hari nanti. Dengan perkara yang diinginkan semua orang. Bahwa semua manusia akan mengambil keselamatannya.”
Di kemudian hari, Suraqah masuk Islam yaitu sekembalinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Hunain dan Tha’if. Di masa al-Faruq Umar radhiyallahu ‘anhu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menghinakan Kisra, dan Umar memasangkan pakaian Kisra untuk Suraqah. Sesampainya di al-Madinah al-Munawarah ia diarak berkeliling.
Suraqah mengulang-ulang perkataan al-Faruq radhiyallahu ‘anhu:
“Allah Maha Besar, segala puji bagi Allah yang telah menggantikan Kisra bin Hurmuz. Dia memakaikan keduanya kepada Suraqah bin Ju’syum, orang badui dari Bani Mudlij.”
Dengan demikian, melesetlah praduga Abu Jahal, dia telah mengira bahwa dirinya akan mendapat keuntungan dari perlombaan ini. Akan tetapi alangkah jauhnya. Dan alangkah tepatnya Hassan bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu tatkala dia mencela Abu Jahal dalam syairnya:
“Kaumnya menamakan Abul Hakam sedangkan Allah menamakannya Abu Jahal. Kepemimpinannya membuat kaumnya dimurkai Allah karena tergelinciran dari yang asli. Tidakkah masa untuk melakukan kunjungan itu datang. Melainkan kebodohannya menjadi semakin mendidih seakan-akan dia dengan apa yang membuatnya bergejolak. Semakin menampakkan dosa dan kerasnya kebodohan itu.”
Berjumpa di Medan Badr
Tatkala kaum muslimin menghadang kafilah Quraisy, Abu Sufyan bin Harb takut ditawan oleh kaum muslimin, dia mengirim utusan untuk memberitahu kaum Quraisy. Tak lama setelah mendengar kabar, Abu Jahal Berorasi mengajak orang-orang keluar untuk perang. Maka, orang-orang cepat bersiap-siap betempur dengan kaum muslimin, di antara mereka pembesar-pembesar Quraisy. Meskipun Abu Sufyan pergi kabur dengan selamat bersama kafilahnya dan menyarankan agar tidak keluar.
Namun Abu Jahal berteriak seraya berkata, “Demi Allah, kami tidak akan pulang hingga sampai di Badr, lantas kita bermalam 3 hari. Menyembelih onta, memakan makanan, meminum khamr, wanita-wanita penghibur yang memainkan musik untuk kita, dan sehingga orang-orang arab mengetahui tentang perjalanan kita. Mereka akan senantiasa menghormati kita selamanya, maka berjalanlah kalian.”
Dalam perjalanan ini, Abu Jahal telah menyembelih 10 ekor onta untuk menjamu Quraisy. Tatkala kedua pasukan bertemu di Badr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat para pemuka Quraisy: ‘Utbah, Syaibah, keduanya anak Rabi’ah, Abul Bukhturi bin Hisyam, Hakim bin Hizam, Naufal bin Khuwailid, Tha’imah bin Adi, an-Nadhr bin al-Harits, Umayyah bin Khalaf, Abu Jahal dan selain mereka. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap kepada para sahabatnya seraya bersabda, “Inilah (penduduk) Mekah, telah keluar sampai ke akar-akarnya.”
Berhadapanlah kedua pasukan itu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa, “Ya Allah, inilah Quraisy, telah datang dengan kesombongan dan kecongkakannya, mereka menentang-Mu, mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, maka (berikanlah) pertolongan-Mu yang Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah binasakanlah mereka di pagi ini.”
Adapun kaum musyrikin, telah dibuka acaranya oleh Abu Jahal pada hari itu, dengan berkata, “Ya Allah, ia telah putuskan hubungan kekerabatan, ia datang dengan apa yang tidak kami ketahui. Lenyapkanlah di pagi hari. Ya Allah siapakah di antara kami yang lebih Engkau cintai, yang lebih Engkau ridhai di sisi-Mu, maka menangkanlah dia hari ini.”
Maka Abu Jahal menjadi pembuka bagi dirinya. Tatkala kedua pasukan bertarung, khsusunya ketika goncangan mulai menimpa barisan kaum musyrikin, kemudian mereka melarikan diri dan mundur bercerai-berai. Sedang kaum muslimin memburu mereka dari belakang punggungnya, hingga membunuh sebagian dan menawan yang lainnya.
Sumber: Orang-orang yang Divonis Masuk Neraka, Pustaka Darul Ilmi, Cetakan Pertama Sya’ban 1429 H/ Agustus 2008 M.