Kisah Kaum Durhaka: Al-Walid bin Al-Mughirah (Bagian 1)
Allah Menurunkan Ayat berkenaan dengan Al-Walid bin Al-Mughirah
– Allah menurunkan firman-Nya berkenaan dengan Al-Walid
“Dan mereka berkata, ‘Mengapa Alquran ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Tha’if) ini?’” (QS. Az-Zukhruf: 31)
Dan firman-Nya:
“Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian.” (QS. Al-Muddatstsir: 11)
– Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Allah Ta’ala menurunkan sebanyak 104 ayat berkenaan denagn Al-Walid bin al-Mughirah.”
– Al-Walid termasuk orang-orang yang mengejek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengganggu Beliau.
– Dia termasuk orang yang divonis masuk Neraka dengan firman Allah
“Aku akan memasukkannya ke dalam (Neraka) Saqar.” (QS. Al-Muddatstsir: 26)
Kemewahan dan Kedudukan
Sebelum terbitnya cahaya Islam, sebagian rumah dan keluarga Quraisy terkenal dengan kekayaannya, harta yang berlimpah dan kehidupan yang mewah. Di antara keluarga yang kaya ini adalah Bani Makhzum.
Di Bani Makhzum
al-Walid Ibnul Mughirah bin Abdillah bin Amr al-Makhzumi al-Qurasyi tumbuh berkembang. Dia lahir di Mekah sekitar 95 tahun sebelum hijrah Nabawiyah. Sejak membuka kedua matanya dia mengetahui bahwa keluarganya tergolong paling mulia di keluarga Quraisy dan paling tinggi, terhormat dan paling kaya. Ayah atau saudaranya adalah pemimpin terhormat yang kedudukannya hampir menyamai kedudukan para pemimpin Quraisy.
Ayahnya adalah al-Mughirah bin Abdillah, sosok lelaki yang memberi kesan kepada setiap orang dari bani Makhzum untuk menasabkan diri kepadanya, hingga dikatakan Al-Mughiri, sebagai kehormatan menisbatkan diri kepadanya.
Saudaranya Hisyam Ibnul Mughirah pemimpin Bani Makhzum dalam Harbul Fijar. Tatkala Hisyam meninggal, suku Quraisy mencatat hari kematiannya seakan sejarah yang agung. Pasar diutup selama tiga hari karena kematiannya.
Saudaranya al-Faqih Ibnul Mughirah, salah seorang paling dermawan dari bangsa Arab di masanya. Dia memiliki rumah yang disediakan untuk para tamu, siapa saja yang bisa menempatinya tanpa meminta izin dan kapan saja.
Saudara yang lainnya adalah Abu Hudzaifah Ibnul Mughirah, salah seorang dari empat orang termulia yang ikut mengambil ujung kain guna memikul Hajar Aswad untuk dikembalikan ke tempatnya di Ka’bah yang mulia, sebagai petunjuk dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum masa kenabian.
Adapun saudaranya Abu Umayyah Ibnul Mughirah yang dijuluki dengan ‘Pemberi bekal bagi Musafir’, dia salah seorang ahli hikmah di kalangan Quraisy. Dialah yang mengusulkan mereka, untuk menjatuhkan pilihan kepada orang yang memasuki pintu masjid pertama kali, untuk mengangkat Hajar Aswad ke tempatnya yang semula, mereka pun ridha dengan keputusan itu. Telah nampak kebenaran apa yang disyaratkannya dengan fakta, bahwa mereka semua rela pada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meletakkan Hajar Aswad.
Adapun julukannya ‘Pemberi bekal bagi Musafir’ telah disebutkan dalam referensi, bahwa dia mencukupi teman-temannya dalam perjalanan dengan apa yang mereka butuhkan, hingga mereka tidak bersiap dengan perbekalan.
Agar kita mengetahui kedudukan Bani Makhzum, mesti kita mengetahui bahwa mereka mempunyai 30 kuda dalam peperangan Badr, padahal suku Quraisy secara keseluruhan hanya 70 kuda. Mereka memiliki 200 unta dan emas dalam ribuan timbangan. Juga ditambah dengan bekal dan bantuan dan lainnya.
Dari kaca mata yang terbatas ini, kita ketahui betapa agungnya dia di sisi mereka. Jiwa Al-Walid Ibnul Mughirah –khususnya- tidak rela diungguli kemuliaan dan kewibawaannya oleh seorang pun, siapa pun dia.
Di Antara Kabar al-Walid di Masa Jahiliyyah
Agar pengamatan lebih luas dengan bentuk lebih jelas, marilah kita berkenalan dengan sebagian kabar al-Walid dalam kehormatannya. Kita masuk sedikit ke dalam jiwanya untuk mengenal bualannya.
Al-Walid Ibnul Mughirah merupakan salah seorang kaya dari Bani Makhzum yang menjadi rujukan. Kun-yahnya Abu Abdi Syams, Quraisy memberikannya julukan al-Idl sebagaimana dia dijuluki pula Al-Wahiid (satu-satuya) –satu-satunya orang Arab- karena dia seorang diri yang membuat kiswah Ka’bah pada suatu tahun, dan di tahun berikutnya dilakukan oleh seluruh kaum Quraisy.
Quraisy tidak mencukupkan (julukan) al-Idl atau al-Wahid, mereka menjulukinya dengan laqab lain yaitu Raihanah Quraisy, tatkala diketahui bahwa dia menggunakan pakaian yang berhias. Di masa Jahiliyah mereka mengatakan, “Tidak, demi baju Walid yang lama dan yang baru.” Dan dinyatakan bahwa Hajar Aswad dibawa dan diletakkan dengan pakaian al-Walid bin al-Mughirah.
Di bidang hukum, al-Walid merupakan salah seorang hakim Arab di masa Jahiliyah dan salah seorang pemimpin Quraisy di Daar an-Nadwah.
Al-Walid sebagai Pionir
Sejarah mencatat Al-Walid sebagai Pionir dalam ragam peristiwa di masa Jahiliyah, di antaranya:
Dia orang pertama yang menghapus sumpah di masa Jahiliyah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkannya dalam Islam.
Dia adalah orang pertama yang melepaskan sepatu dan sandal saat akan memasuki Ka’bah yang mulia di masa Jahiliyah, kemudian di masa Islam orang-orang melepaskan sandal-sandal mereka.
Dikatakan, bahwa dia orang pertama yang mengharamkan khamr terhadap dirinya di masa Jahiliyah dan memukul anaknya Hisyam karena meminumnya.
Al-Walid adalah orang pertama yang memotong tangan pencuri di masa Jahiliyah, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan hukum tersebut di masa Islam.
Barangkali tanda-tanda kemuliaan ini menanamkan dalam jiwa al-Walid benih-benih kibr (sombong) yang menjadikan dia melihat dirinya sebagai pemuka Quraisy. Karena itu tatkala Usaid bin Abil Aish bertepuk dada, al-Walid berkata, “Aku lebih baik darimu dari sisih ayah dan ibu, serta aku lebih kokoh daripadamu di mata Quraisy dalam hal nasab.”
Perannya Dalam Pembangunan Ka’bah
Referensi menunjukkan dan menetapkan bahwa al-Walid Ibnul Mughirah termasuk orang yang memiliki kecerdikan dan keberanian. Terbukti di saat Ka’bah yang mulia diperebutkan –sebelum masa kenabian- yakni tatkala kaum musyrikin hendak merobohkannya untuk dibangun kembali dengan bangunan baru, sebagai bentuk kehormatan yang dahulu mereka agungkan dengan khusyu.
Al-Walid punya andil yang menonjol tatkala Ka’bah dihancurkan dan dibangun kembali oleh Quraisy.
Sebelumnya kaum Quraisy berfikir panjang mengenai perkara Ka’bah, dahulu Ka’bah tidak beratap, bangunannya rendah. Suatu hal yang menjadikannya tidak aman dari para pencuri yang datang untuk mengambil sebagian harta simpanan orang-orang Quraisy yang dijaga dan disimpan dalam Ka’bah.
Dahulu ketinggian Ka’bah sekitar 7 meter dalam keadaan tidak beratap, sedangkan pintunya rendah bisa dimasuki siapa saja. Yang punya nadzar menunaikan nadzarnya dengan melempar emas, perhiasan dan wewangian ke dalam Ka’bah yang berfungsi sebagai kotak nadzar, yakni berupa sumur di dekat pintunya di sebelah kanan bagian dalam.
Dahulu tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berumur 35 tahun, datanglah banjir besar yang melahap dinding Ka’bah dan merapuhkan pondasinya. Sebelumnya Ka’bah pernah terbakar disebabkan seorang wanita membakar dupa. Hal ini menjadikan Quraisy terdesak untuk mengambil keputusan melangkah ke depan guna memperbaikinya. Situasi dan kondisi saat itu memungkinkan Quraisy melakukan perbaikan Ka’bah. Lautan telah menghempaskan perahu salah seorang pedagang ke Jeddah. Maka keluarlah utusan Quraisy yang dipimpin oleh al-Walid Ibnul Mughirah ke Jeddah untuk membeli perahu itu, mereka mengambil kayunya untuk dijadikan atap.
Quraisy ingin merobohkan Ka’bah, akan tetapi tujuan mereka terbendung dikarenakan kedudukan Ka’bah di hati mereka, sehingga mereka takut tertimpa bencana, kala itu al-Walid berkata pada mereka, “Apakah kalian menginginkan perombakan untuk perbaikan atau berniat jelek?”
Mereka berkata, “Kami menginginkan perbaikan wahai Abu Abdi Syamsy.”
Al-Walid menjawab, “Sesungguhnya Allah tidak akan mencelakakan orang yang berbuat kebaikan.”
Mereka berkata, “Siapakah yang akan memanjatnya lantas menghancurkannya?”
Al-Walid berkata, “Aku yang akan memanjatnya, lalu menghancurkannya.”
Kemudian al-Walid mendaki ke atas Ka’bah dengan membawa palu seraya berkata, “Ya Allah, kami tidak menghendaki melainkan perbaikan.” Lalu dia mengambil palu dan mulai menghancurkannya. Tatkala orang-orang Quraisy melihat sebagian Ka’bah telah hancur dan tidak datang adzab yang mereka takutkan, mereka pun ikut menghancurkannya. Tatkala mereka mulai membangun, Al-Walid berkata pada mereka, “Janganlah kalian memasukkan ke dalam rumah Rabb kalian melainkan harta terbaik kalian. Janganlah kalian memasukkan ke dalam pembangunannya harta dari hasil riba, judi, upah lacur, dan hindarkanlah harta jelek kalian, sesungguhnya Allah tidak menerima kecuali yang baik.”
Kaum Quraisy meneruskan proyek pembangunan Ka’bah. Tatkala sampai pada peletakkan Hajar Aswad, mereka berselisih pendapat tentang siapa yang berhak untuk meletakkannya, hingga hampir saja terjadi peperangan di antara mereka.
Abu Umayyah Ibnul Mughirah –saudara al-Walid- berkata, “Marilah kita menetapkan hukum, bagi orang pertama muncul dari pintu masjid –sekarang Baab as-Salaam-.” Mereka pun sepakat atas hal itu. Leher-leher mereka mendongak ke arah pintu. Muncullah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas memutuskan perkara mereka.
Beliau meminta batu itu didatangkan, lantas diletakkan di atas kain kemudian berkata, “Hendaklah setiap suku mengambil bagian dari ujung kalin.”
Kemudian Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam naik dan meminta mereka mengangkat batu kepadanya, lantas Beliau meletakkan Hajar Aswad dengan tangannya yang mulia. Dengan begitu kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin tinggi dibanding semula di sisi mereka, penghormatan di atas penghormatan. Beliau telah menghindarkan Quraisy dari sejelek-jelek pertempuran yang hampir saja terjadi, kalau tidak karena karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala dan keutamaan-Nya atas mereka dan keberkahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nampaknya jiwa Al-Walid Ibnul Mughirah terkesan dengan kejadian ini, terlukis dalam jiwanya bekas yang menyibak penutup yang menghalangi pandangan selama ini, sedikit demi sedikit. Khususnya, tatkala ada yang berkata di antara yang hadir bersama mereka karena kagum dengan kejadian yang dilihatnya dan penghargaan yang diberikan kepada orang yang lebih muda dari mereka, “Alangkah mengagumkan kaum yang menyandang kemuliaan dan kepemimpinan, orang tua maupun orang muda, menyerahkan pada orang yang lebih muda umurnya, paling sedikit hartanya, mereka menjadikannya pemimpin dan hakim! Adapun Laata dan Uzza akan tersisih, mereka akan berebut bagian dan pamor sesama mereka dan setelah hari ini akan terjadi perkara dan berita yang agung.”
Kabar agung itu menjadi nyata, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutusnya setelah lima tahun usai pembangunan Ka’bah. Pada saat itu Al-Walid berdiri menghadang untuk memalingkan manusia dari jalan Allah dan apa yang diturunkan-Nya berupa kebenaran untuk menjadi penghuni nereka.
Apakah Alquran Diturunkan Kepada Muhammad?!
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyampaikan Islam kepada manusia. Alquran yang mulia turun dengan bahasa Arab. Al-Walid dan kaum musyrikin Quraisy mengetahui dengan rasa bahasa Arab yang mereka miliki, bahwa Alquran tidak mungkin datang dari manusia, karena itu mereka sendiri menghadang lagi memerangai Alquran dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Mereka berkata, ‘Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah’.” (QS. Al-An’am: 124)
Karena itu, suatu hari al-Walid Ibnul Mughirah berdiri seraya berkata, “Akankah Alquran turun kepada Muhammad, sementara aku tidak mendapatkannya, padahal aku pembesar Quraisy dan pemimpinnya?! Mengenyampingkan Abu Mas’ud ats-Tsaqif, padahal kami dua orang pembesar negeri –Mekah dan Tha’if-.” Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan:
“Dan mereka berkata, ‘Mengapa Alquran ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif) ini?’ Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka…” (QS. Az-Zukhruf: 31-32)
Ini menjadi bukti atas kecongkakan al-Walid dan kesombongannya, perbuatan dosanya, dan pelecehannya terhadap perkara risalah. Maka Alahlah yang Maha mengetahui dalam menjatuhakan risalah-Nya. Alangkah bagusnya apa yang dikatakan al-Bushiri dalam syairnya:
Apabila keterangan tidak memberikan manfaat sedikit pun, maka meraba petunjuk merupakan suatu kebodohan. Jika akal tersesat dalam mencapai ilmu, maka apakah yang bisa diucapkan oleh para penyair yang fasih?!
Sarana yang dijadikan senjata pamungkas oleh Al-Walid untuk menyumbat dakwah Islam, menyingkap tanda kebodohan dan buruk pemikirannya. Hal itu dimaksudkan untuk melaksanakan tujuan-tujuannya yang hina.
Di antaranya, sekumpulan kaum musyrikin Quraisy bergegas menemui Abu Thalib dengan arahan dari al-Walid. Ikut bersama mereka ‘Ammarah anaknya, mereka berkata padanya:
“Wahai Abu Thalib inilah ‘Ammarah Ibnul Walid, pemuda paling kuat di suku Quraisy dan paling tampan. Ambillah dia untukmu dengan kecerdasan dan pertolongannya, jadikanlah dia anakmu maka dia untukmu, dan serahkan kepada kami anak saudaramu yang menyelisihi agamamu dan agama nenek moyangmu, dia memecah belah kaummu juga membodohkan penalaran mereka. Kami akan membunuhnya, dengan demikian seimbang, satu lelaki ditukar satu lelaki.”
Abu Thalib berkata, “Demi Allah, alangkah buruk rayuan kalian! Akankah kalian memberikan anak kalian kepadaku untuk kuberi makan sedangkan kalian meminta anakku untuk kalian bunuh? Tidak, demi Allah hal ini tidak akan terjadi selamanya.”
Taktik picisan ini tidak bermanfaat bagi al-Walid, untuk meredupkan dakwah dan menghancurkannya. Dia beralih ke cara lain lebih ampuh guna meloloskan diri dari apa yang dianggap aib dalam pandangan umum. Karena itu dia berfikir dalam kejahatan, untuk memalingkan para delegasi Arab yang datang ke Mekah untuk menunaikan haji. Berikut ini akan kita lihat sebagian dari pendapatnya dan tipu dayanya yang mengakibatkan kesengsaraan.
Bersambung insya Allah…