Kisah Orang Durhaka: Uqbah bin Abi Mu’aith (bagian 1)
Kisah Orang Durhaka: Uqbah bin Abi Mu’aith
– Orang yang dengki terhadap Islam dan kaum muslimin, pengganggu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
– Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dahulu aku berada di antara kejelakan dua tetangga, Abu Lahab dan Uqbah bin Abi Mu’aith.”
– Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Aku tidak akan menemuimu di luar Mekah melainkan aku memenggal kepalamu.”
– Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa untuknya, “Ya Allah, balikkanlah lubang hidungnya dan bantinglah dia.”
Pendustaan dan Pelecahan
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyampaikan kepada manusia perkara-perkara Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit bergerak untuk melaksanakan dakwahnya, menyampaikan risalahnya dengan kuat, tidak menghiraukan cobaan dan kesulitan yang dihadapinya, kebodohan atau gangguan, tidak diam atau bosan sedikit pun dan tidak pula meninggalkannya walau sebentar.
Sikap menentang dan keras karena kebodohan yang dj-lakukan kaum Quraisy, merupakan salah satu penghalang dakwah, juga merupakan salah satu motivasi terkuat, salah satu penyebab kuat sehingga mereka bersikukuh, hal yang mendorong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membentangkan dakwahnya ke penjuru Ummul Qura’ -Mekah- dan sekitarnya, rumah mereka, perkumpulan mereka, pasar juga pada momen musiman.
Quraisy merasa terganggu dengan seruan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni ajakan keimanan terhadap ayat yang mulia, yang mengandung penyembuhan lagi rahmat, juga cahaya bagi pandangan dan hati. Apabila mereka mendengar Beliau menyeru kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka mereka bersegera untuk mendustakan dan mengejeknya.
Di antara paling keras dari mereka, adalah paman Beliau yang celaka Abu Lahab, Dia berjalan di belakang Beliau dengan berkata pada orang-orang, “Orang ini memerintahkan kalian meninggalkan agama nenek moyang kalian, padahal ini merupakan aib bagi kalian.”
Apabila mereka bertanya tentangnya, “Siapakah orang di belakang itu yang mendustakannya?” “Pamannya.” Itulah jawabannya. Saat itulah terjadi kegaduhan diantara orang-orang kuno, perasaan yang mengikuti peninggalan Jahiliyah serta taqlid. Karena ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorangpun diganggu seperti yang aku rasakan.” Karena setiap gangguan yang menimpa Beliau yang mulia tidak dapat diletakkan sebagai alasan untuk menghentikan dakwah.
Kehinaan Orang-orang Yang Buruk dan Buruknya Kehinaan
Kepribadian yang jelek yang akan kita bahas saat ini, merupakan salah satu diantara kepribadian yang dibutakan oleh kedengkian dan berpaling dari mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, berdJri menghadang disetiap jalan dakwah, khususnya gangguan dan upaya memalingkan manusia dari agama baru. Lelaki ini merupakan tetangga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dia bergandengan tangan dengan Abu Lahab menyajikan berbagai gangguan yang me-malingkan jiwa manusia.
Ibnu Ishaq rahimahullah menyebutkan nama-nama sekelompok orang yang menjadi tetangga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka saling berpesan untuk mengganggu Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia berkata:
Orang-orang yang menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah Beliau, adalah Abu Lahab, Al-Hakam Ibnul ‘Ash bin Umayyah, ‘Uqbah bin Abi Mu’ith, ‘Addi bin Hamra’ ats-Tsaqafi, Ibnul Ashda’ al-Hudzali, semuanya merupakan tetangga Beliau.
Pembicaraan kita saat ini mengacu pada salah seorang diantara mereka, orang-orang jahat yang bervariasi dalam mengganggu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah dan dakwah Beliau, si Zindiq Quraisy itu, adalah ‘Uqbah bin Abi Mu’ith -nama Abi Mu’ith- Abban bin ‘Amr aI-Umawi al-Qurasy, kunyahnya adalah Abul Walid.
Si ‘Uqbah bergantian dengan Abu Lahab untuk mengganggu tetangganya. Abu Lahab melempar kotoran dan sampah busuk di depan pintu rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adapun ‘Uqbah, sengaja mendatangkan kotoran yang mereka lemparkan ke pintu rumahku, bahkan mereka mendatangkan sisa makanan yang dilemparkan ke rumahku.”
Aisyah berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar seraya bersabda: “Wahai Bani Abdi Manaf, tetangga macam apa ini?!” Kemudian Beliau melemparkannya ke jalan.
Itulah hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam memberikan kesabaran kepada Nabi dan para utusan-Nya ‘Alaihimus shalaatu wassalaam, jangan kau kira bahwa gangguan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini mengurangi kedudukan Beliau, justru hal ini merupakan satu kelebihan dan pengagungan, bukti akan besarnya kedudukan Beliau, tingginya martabat Beliau dan pengaruh imatnya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau bersabda, “Orang yang paling :esar mendapat ujian adalah para Nabi.” Itulah Sunnah diantara Sunnah para Nabi terdahulu ‘alaihimush-shalaatu wasalaam, alangkah indah dan manisnya perkataan AI-Bushiri rahimahullah tatkala menyatakan:
Jangan engkau lepaskan keramahan dalam mendampingi Nabi Tatkala Beliau menemui gangguan dari mereka. Setiap perkara yang dijalani Nabi akan menemui kesulitan di dalamnya terkandung hal yang terpuji dan kelapangan. Kalau sekiranya emas murni itu menjadi bagus dengan disentuh hinanya api. Niscaya tidak ada pilihan bagi emas murni itu melainkan diletakkan di dalam api.
Asal yang Jelek dan Rendahnya Keturunan
Uqbah bin Abi Mu’ith -semoga direndahkan oleh Allah- nasabnya tercemar di kalangan Quraisy, kepribadiannya rendah, tercela dan bodoh, jelek lagi kufur, jiwanya rendah. Majelis para pembesar Quraisy menghinakannya dan merendahkannya saat ia hadir di tengah mereka. Diantara wataknya adalah mengingkari janji, suatu hal yang mengingatkan asalnya, adalah darahnya yang bercampur dengan Yahudi.
Referensi terpercaya tidak meninggalkan kabar tentang lelaki jelek ini, bahkan memberikan fokus pada asalnya yang berakar busuk lagi mendorongnya berbuat hal yang jelek yang tercatat dalam lembaran sifat khianat, keburukan dan pengecut. Perbuatan jelek ini menandakan jelas asal ‘Uqbah bin Abi Mu’ith yang rendah -semoga Allah melaknatnya-.
Sejarah menceritakan kepada kita tentang kebejatan asalnya sebagai berikut:
Dahulu Umayyah bin ‘Abdi Syams –kakek dari ayahnya- keluar pergi ke Syam, dia tinggal disana 10 tahun. Lantas dia menyetubuhi seorang budak Yahudi dari penduduk Shafuriyah, wanita itu memiliki suami Yahudi dari penduduk Shafuriyah juga. Darinya lahir Dzakwan, maka anak itu diaku oleh Mu’awiyyah dan diberi kunyah Abu ‘Amt. Inilah ayah Abi Mu’ith di atas ranjang Yahudi. Kemudian dia datang ke Mekah, lalu dia dinisbatkan kepada ayahnya berdasarkan hukum Jahiliyah.
Dalam kepribadian yang rusak dan tercemar inilah, ‘Uqbah tumbuh di antara pembesar Quraisy yang menyembah patung. Di dalam nasabnya terdapat kotoran yang menyebabkannya berusaha menempel seperti benalu mendekati orang-orang kuffar Quraisy yang bernasab mulia dan berkedudukan tinggi, dia datang denganpenampilan kefajiran yang baik guna menutupi kekurangan yang dimilikinya dan kerendahan yang mengoyak nasabnya dan mencemari namanya.
Kepribadian yang Kotor
Si ‘Uqbah –semoga Allah melaknatnya- tidak butuh harta unntuk mengakrabkan diri dengan orang-orang bejat dari para :embesar Quraisy. Tabiatnya yang kotor membuatnya melakukan perbuatan dosa yang bercampur dengan kerendahan, ia punya harta yang banyak, yang diperoleh dari berdagang khamr, karena berjualan khamr di masa itu mendatangkan keuntungan menggiurkan yang melampaui khayalan.
Selain itu dia memiliki banyak kambing di Mekah yang digembalakan oleh dua orang yang digaji tetap, diantara keduanya adalah ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Dalam hal ini terdapat atsar yang menyokong perkataan kami, Ibnu ‘Asakir dan yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa dia berkata:
Semasa kecil aku tumbuh menjadi penggembala kambing ‘Jqbah bin Abi Mu’ith, datanglah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu bersamanya,
Nabi bertanya, “Nak.. Apakah kau punya susu?”
Aku menjawab, “Ya, akan tetapi aku diamanati.”
Nabi menyatakan, “Datangkanlah untukku seekor kambing betina yang belum dikawini.”
Maka aku mendatangkan untuknya anak kambing betina atau anak hewan ternak. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikatnya, kemudian Beliau mengelus dan berdoa hingga mengeluarkan susu. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mendatanginya dengan sempalan batu lantas memerahnya. Beliau berkata kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, “Minumlah.” Lantas Abu bakar radhiyallahu ‘anhu meminumnya, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminum sesudahnya. Lalu Beliau berkata kepada susu kambing itu, “Menyusutlah.” Lantas susu tadi menyusut dan kembali seperti semula.
Kemudian aku (Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu) mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah itu seraya berkata, “Wahai Rasulullah, ajarilah aku perkataan ini atau Alquran.” Maka Beliau mengelus kepalaku dan bersabda, “Sesungguhnya engkau anak kecil yang patuh.” Aku belajar langsung dari beliau 70 surat yang tidak seorang pun menandingiku (membantahku) dalam surat-surat tersebut.
Gambaran Kejahatan dan Kezhalimannya
Islam menyebar di Mekah, gangguan Quraisy kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat yang mulia semakin menjadi-jadi, jiwa kaum musyrikin dipenuhi dengan keputusasaan dan pudarnya cita-cita, hati mereka dipenuhi kedengkian, dendam dan hasad. Dan yang paling kuat hasadnya serta kebencian di antara mereka, adalah si Celaka Quraisy, ‘Uqbah bin Abi Mu’ith –semoga Allah melaknatnya–. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpaling darinya dan teman-temannya, hal itu sangat menyakitkannya.
Beliau dan sahabatnya menghadapi kedunguan dan kebodohan Quraisy dengan pemberian maaf dan ampunan paling tingginya, kesabaran paling indahnya, jauh dari hasrat membalas dendam, bahkan mencegah tangan dari kesalahan dengan berbuat balk dan sabar, meninggikan peribadahan untuk Allah. Kepribadian yang luhur dan tinggi ini meninggalkan bekas, menyalakan setiap kedengkian yang mungkin timbul dalam jiwanya, juga setiap kelancangan bercampur dengan dosa paganisme.
Ibnu Sayyid an-Naas rahimahullah dalam (Al-‘Uyuun) dengan sanadnya hingga ‘Urwah Ibnu az-Zubair, dia berkata:
‘Amr bin Utsman bin ‘Affan meriwayatkan dari ayahnya Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu dia berkata:
Hal paling lancang yang dilakukan oleh Quraisy kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu hari aku melihat -‘Amr berkata-: Aku melihat kedua mata Utsman bin ‘Affan basah berlinang karena mengingat hal itu. Utsman bin ‘Affan berkata:
Pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam thawaf di Ka’bah dan tangan Beliau memegang tangan Abu Bakar, sedang di Hijir terdapat tiga orang sedang duduk: ‘Uqbah bin Abi Mu’aith, Abu Jahal bin Hisyam dan Umayyah bin Khalaf, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat. Tatkala Beliau di hadapan mereka, mereka memperdengarkan gunjingan dan sindiran, mereka ungkapkan itu di depan wajah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas aku mendekatinya hingga beliau berada di tengah antara aku dengan Abu Bakar. Dia memasukkan jari-jemarinya di jari jemariku hingga kami thawaf bersama.
Tatkala beliau lewat didepan mereka, Abu Jahal berkata, “Demi Allah, kami tidak akan berdamai denganmu selama hayat di kandung badan, jika engkau tetap mencegah kami menyembah apa yang disembah nenek moyang kami.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kenapa bisa demikian.”
Kemudian Beliau berlalu dari mereka. Pada putaran ketiga mereka berbuat seperti itu, hingga putaran ke empat mereka bangkit mendekati beliau. Abu Jahal melompat hendak memegang pangkal baju Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Utsman berkata: Aku mendorong dadanya hingga dia terjatuh terduduk ke tanah, Abu Bakar mendorong Umayyah Ibnu Khalaf, Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong Uqbah bin Abi Mu’ith.
Kemudian mereka menjauh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang berdiri, Beliau berkata, “Demi Allah, kalian tidak berhenti sehingga siksa menimpa kallan dengan segera.”
Utsman berkata: Demi Allah tidak seorang pun dari mereka, kecuali semuanya telah disambar petir dalam keadaan ketakutan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sejelek-jelek kaum terhadap Nabinya adalah kallan.”
Kemudian Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang, dan kami mengikutinya, sesampainya di depan pintu, beliau berdiri seraya berkata:
“Bergembiralah, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan meninggikan agama-Nya, menyempurnakan kalimat-Nya, juga menolong Nabi-Nya, dan sungguh, mereka akan dibunuh oleh Allah dengan tangan-tangan kallan.”
Utsman berkata:
“Kemudian kami berpencar menuju rumah masing-masing, demi Allah, aku telah melihat mereka dibunuh oleh Allah dengan perantaraan tangan-tangan kami –hal itu terjadi pada perang Badr-.”
Gangguannya yang Kelewat Batas
‘Uqbah –semoga Allah melaknatnya- terus menerus mengganggu, dia jadi lebih buas dari sebelumnya, selalu mengintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat Beliau keluar dari rumahnya atau saat Beliau shalat di dekat Ka’bah, barangkali dia mendapat kesempatan untuk melancarkan serangannya.
Di dalam Ash-Shahih, AI-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya dari ‘Urwah bin az-Zubeir, dia berkata:
Aku bertanya kepada ‘Abdullah bin ‘Amr bin al’Ash: Beritahukan kepadaku gangguan paling dahsyat yang dilakukan kaum musyrikin terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Dia berkata: Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di Hijir Ka’bah, tiba-tiba ‘Uqbah bin Abi Mu’ith berjalan menuju Nabi, lantas meletak-kan bajunya di leher Beliau dan mencekiknya dengan keras, lantas Abu Bakar muncul dan menarik bahunya dan menjauhkan dia dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil berkata:
“Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan, ‘Rabbku ialah Allah.'” (QS. Ghafir: 28)
Gambaran lain dari kelancangan dan penindasan yang dilakukan ‘Uqbah –semoga Allah menghinakannya-, adalah si Kafir datang ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di sisi Ka’bah, dia meletakkan kakinya di atas leher Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang sujud, sehingga hampir saja kedua mata Beliau copot keluar.
Engkau Telah Murtad Wahai Uqbah
Meskipun permusuhan dilakukan ‘Uqbah terhadap Nabi dan Islam, akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia tidak berhenti dari zakwahnya, juga dakwah kepada orang-orang yang menyakiti Seliau.
Suatu saat nampaknya ‘Uqbah telah tersentuh oleh hembusan dakwah Muhammad, hampir saja dia masuk Islam, namun Ubay bin Khalaf mencegahnya, keduanya berteman akrab karena ‘Uqbah adalah teman minum Ubay –semoga Allah melaknatnya-, ‘Uqbah melaksanakan walimah dengan mengundang suku Quraisy, termasuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun Beliau menolak hadir dengan bersabda, “Aku tidak akan memakan makananmu hingga engkau bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwasanya aku utusan Allah.”
‘Uqbah tidak terima kalau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau salah seorang dari pembesar Quraisy tidak menghadiri jamuannya, maka dia memeluk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menghadiri undangannya dan memakan jamuannya, lantas teman akrabnya Ubay bin Khalaf menghardik ‘Uqbah –yang saat itu dia tidak hadir dalam acara- dengan mengatakan, “Engkau telah murtad wahai ‘Uqbah?!”
‘Uqbah berkata,”Aku merasa dilecehkan apabila jamuanku tidak dihadiri salah seorang pemuka Quraisy, dia menolak memakan jamuanku kecuali aku mengucapkan syahadat, maka aku merasa malu dan aku pun bersyahadat hingga dia makan.”
Ubay –semoga Allah menghinakannya- yang merupakan teman dekatnya berkata, “Aku tidak rela hingga engkau kembali dan meludahi wajahnya, menginjak lehernya dan mengejek-jelek padanya.”
‘Uqbah pun melakukan apa yang diperintahkan teman dekatnya, dia mengambil usus binatang lantas melemparkannya ke punggung Nabi, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku tidak akan menemuimu di luar Mekah, kecuali aku akan memenggal kepalamu.” Perbuatan ini mengakibatkan ‘Uqbah dan Ubay merugi lagi celaka.
Adh-Dhahhak berkata, “Tatkala ‘Uqbah bin Abi Mu’ith meludah ke wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ludahnya kembali mengenai wajahnya sendiri, membakar wajah dan kedua bibirnya hingga membekas dan membakar kedua pipinya. Bekas tersebut melekat padanya hingga dia terbunuh.”
Inilah teman yang jelek, tidak mengajak kepada kebaikan. Kejelekannya kembali menimpa pada keduanya, dan sungguh, berteman dengan orang baik mengantarkan seseorang pada kebaikan.
Alangkah indahnya perkataan Malik bin Dinar rahimahullah dalam hal ini, “Sesungguhnya jika engkau memindahkan batu bersama orang-orang baik, hal itu lebih berguna bagimu daripada makan At-Khabiish bersama orang-orang jahat.”
Bersambung insya Allah..