Kehidupan Ulama Rabbani, Syaikh Ibnu Baz (2/3)
Potongan-potongan kisah kehidupan Ibnu Baz adalah cerminan kehidupan salaf. Terkadang kita bersedih mendengar orang-orang yang tidak mengetahui kehidupan Ibnu Baz, kemudian berucap buruk tentang beliau. Namun di sisi lain, kita juga tak sepenuhnya menyalahkan mereka. Kadang-kadang kita yang mengaku meneladani mereka menampilkan hal-hal yang jauh dari keteladanan mereka. menampilkan fatwa-fatwa mereka dengan cara yang tidak bersahabat. Berbeda dengan cara beliau ketika menyampaikan. Sehingga orang-orang awam pun menuduh Ibnu Baz seperti kita.
Lemah Lembut dan Lapang Dada
Syaikh Ibnu Baz merupakan sosok yang jauh dari sifat dengki dan hasad. Beliau tidak pernah menilai rendah seorang pun. Di hatinya, setiap muslim itu baik. Ketika ia mengetahui ada seseorang yang menyerukan suatu penyimpangan, atau jatuh pada kekeliruan, beliau mengajak orang tersebut pada hidayah dan jalan kebaikan. Beliau nasihati dengan nasihat yang tulus. Nasihat yang dibangun berdasarkan mau’izhah hasanah. Kadang nasihat itu juga berbentu tulisan. Beliau kirimi surat orang tersebut.
Syaikh Abdul Aziz as-Sadhan pernah bertanya kepada Syaikh Ibnu Baz, “Syaikh, kami melihat Anda dicintai semua lapisan masyarakat; yang muda dan tua, yang kaya dan yang miskin, apa rahasianya? Syaikh tidak menjawab pertanyaanku karena kerendahan hatinya”, kata Syaikh Abdul Aziz as-Sadhan.
Kemudian aku ulangi pertanyaan itu. Beliau menjawab, “Aku tidak membawa rasa benci (tidak suka) pada seorang pun dalam hatiku. Ketika aku mengetahui ada perselisihan di antara dua orang, aku bersegera memperbaiki hubungan keduanya”.
Membantu Masyarakat
Syaikh Ibnu Baz sangat perhatian dan mengambil aksi nyata dalam memenuhi hajat orang-orang yang berkebutuhan. Tentu sesuai dengan kemampuan beliau. Pernah suatu hari wanita Filipina mengirim surat kepadanya. Wanita itu mengaku sebagai seorang janda yang mengurus anak-anaknya yang yatim. Ia tidak punya harta untuk mengurus kebutuhan makan dan minum mereka. Orang-orang menyarankan agar ia mengirim surat kepada Syaikh Ibnu Baz untuk meminta bantuan.
Setelah dibacakan keluhan perempuan tersebut, Syaikh meminta kepada bendahara agar memotong gajinya sebanyak 10.000 Riyal. Lalu diberikan untuk memenuhi keperluan wanita itu dan anak-anaknya.
Kisah lainnya. Ada seorang wanita di selatan Sudan. Ia mengadukan derita ditimpa musibah banjir yang menahun. Banjir itu menyebabkan mereka mengungsi ke perbukitan tanpa ketersediaan makan dan minum. Wanita itu berkata, “Kemudian ada orang yang menolong kami. Ia datang bersama seseorang yang membawa gandum, air, dan makanan. Mereka juga memberi pakaian dan selimut untuk tidur. Kami juga diberi buku-buku tentang akidah yang benar dan buku panduan shalat. Kemudian kami bertanya siapakah yang meminta mereka datang ke sini. Mereka menjawab Syaikh Ibnu Baz. Dialah yang meminta mereka mengurus semua ini. Dan kami tidak menghubungi siapun untuk dimintai pertolongan kecuali beliau”, kata wanita tersebut.
Selain menolong orang-orang miskin, Syaikh Ibnu Baz juga sangat perhatian terhadap mereka yang butuh bantuan non materi. Karena seriusnya perhatian beliau, hingga para pejabat negara yang lain merasa kasihan. Mereka mengatakan, “Jangan Anda terlalu sibukkan diri Anda dengan hal-hal seperti itu”. “Saya hanya menolong. Kalau mereka mendapat jalan keluar, Alhamdulillah. Jika bantuanku tidak berhasil, maka kita telah melakukan apa yang seharusnya dilakukan”, jawab beliau.
Bantuan non materi yang beliau berikan adalah berupa izin tinggal, kewarga-negaraan, pengadaan bangunan kantor, dan mengeluarkan seseorang dari penjara. Beliau pernah menghubungi Raja Abdullah rahimahullah, yang ketika itu masih menjabat putra mahkota, agar menyampaikan kepada Raja Fahd rahimahullah, untuk menghubungi kepala negara Somalia. Beliau meminta agar 10 orang da’i di Somalia dibebaskan dari hukuman mati yang akan dilangsungkan esok hari. Alhamdulillah, eksekusi terhadap 10 orang tersebut dibatalkan. Dan dua tahun kemudian mereka dibebaskan dari penjara.
Beliau juga pernah menghubungi Raja Yordania, menjelaskan tentang kedudukan Syaikh al-Albani yang tinggal di sana. Raja pun menerima nasihat beliau.
Bapak Orang-Orang Miskin
Syaikh Ibnu Baz adalah seorang yang tawadhu. Beliau mencitai fakir dan miskin. Tidak ada rasa sungkan bagi mufti agung kerajaan ini untuk duduk-duduk bersama orang tak punya. Pernah seorang utusan datang dan mengatakan, “Seandainya Anda menyediakan majelis khusus dan majelisnya orang-orang umum”.
Mengetahui ucapan tersebut Syaikh Ibnu Baz berkata, “Kasihan orang ini. Ia tidak merasakan nikmatnya duduk bersama orang-orang fakir dan miskin. Siapa yang ingin duduk (di majelis), silahkan duduk. Siapa yang tidak mau, maka tidak ada yang memaksanya.”
Pernah juga ada yang berucap, “Syaikh, seandainya Anda letakkan telepon (dari melayani pertanyaan masyarakat) dan memberi perhatian kepada para pejabat yang berkunjung. Karena pertanyaan orang-orang tiada henti. Nanti ada yang menggantikanmu menjawab pertanyaan”.
“Siapa yang memerlukan, maka aku letakkan telingaku di telepon. Kudengarkan aduannya. Meletakkan telepon (tidak lagi menjawab pertanyaan karena ada pengganti), ini bukanlah cara yang tepat. Orang-orang memandang, pertanyaan-pertanyaan mereka adalah sesuatu yang sangat penting bagi mereka”, jawab Syaikh.
Syaikh adalah seorang yang sangat lemah lembut. Banyak orang-orang datang dari berbagai penjuru untuk menemuinya. Di antara mereka ada yang menginap di rumahnya selama satu bulan. Bahkan ada yang bertahun-tahun. Hingga urusannya selesai. Beliau sama sekali tidak pernah marah pada mereka. Malah selalu berbuat baik.
Beliau rendah hati dengan anak-anak kecil. Bersenda gurau dengan mereka. Bermain dan bertanya sesuai dengan umur anak-anak itu. Terhadap anak yang masih kecil, beliau bertanya, “Siapa Rabbmu? Apa agamamu? Dan siapa nabimu?” Jika si anak tak bisa menjawab, maka beliau dik-tekan padanya.
Orang-orang mengenalnya sebagai penebus hutang. Banyak orang yang beliau bebaskan dari hutang. Sampai-sampai sebelum wafat, ia menebus dan membaskan banyak orang dari hutang. Ia pernah memerintahkan sekretarisnya mencatat, dirinya menanggung hutang seseorang berjumlah 700 ribu Riyal. Sekretarisnya menanggapi, “Semoga Allah melipat-gandakan balasan. Tidak ada lagi harta yang tersisa untuk dihisab”.
Mendengar ucapan sekretarisnya, beliau menanggapi, “Wahai anakku, jangan khawatir tentang dunia. Aku telah berumur 87 tahun. Dan kulihat semua yang dari Rabbku adalah kebaikan. Ada orang yang wafat dengan hisab 100 juta. Ada orang yang wafat tidak ada lagi harta tersisa untuk dihisab. Hisab adalah sesuatu yang berat”.
Anak-Anak Dalam Kehidupan Ibnu Baz
Syaikh Ibnu Baz meninggalkan kesan yang istimewa bagi anak-anaknya. Jika duduk bersama putra dan putrinya, beliau penuh kasih dan akrab. Ia bertanya tentang masalah-masalah tauhid. Masalah nahwu (gramatika bahasa Arab) dan juga i’rabnya.
Kesan istimewa yang dimilikinya adalah kezuhudan, rahimahullah. Dia memegang banyak jabatan: ia seorang menteri dan memimpin banyak dewan fikih. Sekretarisnya mengatakan, “Syaikh tidak pernah bertanya tentang gajinya. Berapa nilainya. Dan kapan gajian. Beliau tidak pernah berbicara tentang kepentingan bisnis. Tapi infaknya adalah infak seorang yang tak takut miskin. Beliau benci bicara tentang urusan yang murni kepentingan dunia. Tentang perlengkapan rumah dan properti”.
Salah seorang anggota keluarganya mengatakan, “Rumah ini menjadi sempit karena banyaknya tamu”. “Allahul musta’an.. dunia “bau”. Yang seperti inilah yang berkah”, jawab beliau.